Selayarnews.com – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Komisi Pemilihan Umum(KPU), dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sepakat mendorong partai politik untuk mencoret bakal caleg yang memiliki riwayat sebagai mantan tahanan kasus korupsi.
Ketua DKPP Harjono mengatakan hal itu adalah satu kesepakatan antara ketiga lembaga setelah mengadakan pertemuan.
Nantinya, kata Harjono, KPU dan Bawaslu yang akan menjalin komunikasi langsung dengan partai politik. Dia berharap partai politik bersedia untuk berdialog dengan KPU dan Bawaslu.
“Akan dilakukan pendekatan pada parpol, karena parpol juga sudah menulis pakta integritas dan dalam pakta integritas bersepakat untuk tidak mencalonkan mantan napi koruptor,” tutur Harjono di kantor Bawaslu, Rabu (5/9) malam.
Seperti dilansir dihalaman CNN, Harjono mengatakan sebaiknya partai politik menegakkan pakta integritas yang telah dibuat dan diserahkan kepada KPU saat mendaftarkan bakal caleg. Pakta integritas yang dimaksud yakni berisi pernyataan tidak mencalonkan eks napi koruptor sebagai bakal caleg. Baik itu level DPR maupun DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota.
Diketahui, Bawaslu meminta KPU agar memasukkan belasan nama eks napi koruptor ke dalam daftar calon sementara (DCS) melalui sidang ajudikasi. Namun, KPU belum mau menjalankan mandat Bawaslu tersebut lantaran berpedoman pada PKPU No. 20 tahun 2018 yang melarang eks napi koruptor menjadi bakal caleg.
Menurut Harjono, apabila partai politik rela mencoret bakal caleg eks napi koruptor, maka tidak akan ada lagi kebuntuan.
“Karena jadi tidak ada satupun parpol yang mencalonkan legislatifnya napi korupsi,” ucap Harjono.
Kesepakatan lain yang terjalin antara DKPP, KPU, dan Bawaslu yakni meminta Mahkamah Agung agar mempercepat uji materi PKPU No. 20 tahun 2018 tentang pencalonan anggota legislatif dalam Pemilu 2019. Adapun pasal yang diuji materi oleh MA yakni terkait larangan bagi eks koruptor menjadi bakal caleg.
Menurut Harjono, MA memiliki kewenangan untuk menerbitkan putusan lebih cepat jika pasal dalam PKPU yang diuji materi. Dengan kata lain, uji materi PKPU dapat didahulukan dibandingkan uji materi peraturan lainnya. Harjono mengatakan hal itu tertera dalam UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu.
Diketahui, dalam Pasal 76 ayat (4) UU No. 7 tahun 2017 menyatakan bahwa MA memutus penyelesaian pengujian PKPU paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan diterima.
“Mendorong MA untuk segera memutus dan akan disampaikan secara formal. Kami berpendapat MA punya satu kewenangan memutuskan secara cepat,” ucap Harjono. (R)