Oleh : Abdul Hakim Pane
Selayarnews.com – Energi baru dan terbarukan (New and Renewable Energy) sering kita dengar tetapi sayangnya tidak pernah dinikmati dalam kehidupan sehari-hari oleh masyarakat umum. Dimulai dari energi baru dan terbarukan bahan bakar gas hingga Bioethanol (alkohol) termasuk Biogas.
Hasil riset dan pengembangan dibidang energi baru dan terbarukan seakan-akan hanya menjadi konsumsi berita dan hanya berhenti di Laboratorium.
Hal ini dikarenakan tidak menariknya usaha dibidang energi baru dan terbarukan jika diterapkan di masyarakat selain kebijakan pemerintah yang tidak memihak dan konsisten. Usaha yang tidak menarik karena kebutuhannya tidak besar dibandingkan dengan kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) dan batubara.
Kebutuhan akan bahan bakar minyak (BBM) meningkat tajam di abad 21 karena adanya permintaan bahan bakar minyak (BBM) pada mesin pembakaran dalam (internal combustion engine). Bahan bakar minyak untuk mesin penggerak seperti pada motor roda dua, mobil, pembangkit tenaga listrik, mesin penggerak di industri dan lain-lain.
Sementara semua negara maju saat ini berlomba-lomba beralih ke energi yang lebih hijau yaitu gas dan mengurangi pemakaian bahan bakar minyak (BBM) dan batubara sebagai sumber energi.
Hal ini dikarenakan kegiatan riset dan pengembangan termasuk kegiatan inovasi tidak memperhatikan satu kesatuan ekosistem usaha yang seharusnya di awali dari hulu dan diakhiri di hilir.
Dihulu dengan membangun pos-pos industri energi baru dan terbarukan dengan infrastrukturnya. Sementara di hilir sebaiknya bahan bakar alternatif tersebut bisa dipakai pada mesin penggerak dan bukan pada kompor saja untuk keperluan memasak.
Untuk itu dihilir sebaiknya dikembangkan suatu alat agar energi baru dan terbarukan dapat dipergunakan sepenuhnya di mesin pembakaran dalam (internal combustion engine) yang tadinya biasanya menggunakan bahan bakar minyak (BBM).
Peralatan yang dapat merubah (mengkonversi) kinerja mesin yang tadinya hanya dapat menggunakan bahan bakar minyak (BBM) menjadi dapat menggunakan bahan bakar alternatif lainnya dinamakan Konverter Kit.
Peralatan konversi (Konverter Kit) seharusnya dikembangkan dengan benar dan konsisten sehingga kinerja mesin saat menggunakan bahan bakar alternatif seperti gas dan Bioethanol (alkohol) menjadi baik bukannya menurun performanya atau membuat mesin menjadi rusak atau menjadi tidak efisien.
Menurunnya minat pengguna bahan bakar gas (BBG) dimobil dan tidak bertambahnya jumlah SPBG adalah suatu bukti ketidakberhasilan pemerintah dalam menjalankan konversi BBM ke BBG di Indonesia. Walaupun produk konverter kit dibagi-bagikan menggunakan APBN tetapi pengguna mencopot kembali peralatan konversi tersebut dari mobil mereka karena penggunaan gas menurunkan performa dan efisiensinya tidak begitu signifikan. Selain produk konverter kit yang mahal harganya juga jumlah SPBG yang tidak banyak sehingga sulit dalam pengisian ulang.
Menurunnya performa mesin menggunakan bahan bakar gas (BBG) sebenarnya sudah dapat diperhitungkan dengan baik dan benar dimobil dengan desain kompresi sesuai dengan nilai oktan bahan bakar minyak (BBM). Sementara nilai oktan bahan bakar gas (BBG) jenis CNG sangat tinggi (oktan 120) sehingga perlu pengembangan lanjutan sehingga bahan bakar dapat terbakar dengan sempurna dan tidak bisa begitu saja diterima produk dari luar atau impor yang mana kondisinya berbeda dengan Indonesia.
Demikian juga dengan program bagi-bagi mesin terkonversi menggunakan gas LPG di sektor nelayan yang mana program ini juga sudah dapat dipastikan akan tidak berjalan dengan baik untuk mendukung program poros maritim dunia.
Hal ini dikarenakan peralatan konversi menggunakan produk Konverter Kit Generasi Pertama dengan cara kerja mekanik murni dan open sistem. Hanya dengan cara menurunkan tekanan gas dalam tabung yang tinggi untuk memberikan jumlah gas yang sesuai. Jika regulator tertutup dan dibiarkan gas terbuka maka gas akan keluar terus menerus sehingga jumlah gas akan menjadi berlebihan dan akan membuat mesin susah hidup karena bahan bakar terlalu banyak. Demikian juga karena kodisi dingin membuat tekanan menjadi kurang yang akhirnya juga mesin susah hidup. Belum lagi pada saat mesin bekerja menggunakan gas maka besar kecilnya kebutuhan bahan bakar gas tidak dapat diatur. Tidak ada yang dapat membesarkan jumlah gas saat mesin dalam kondisi memiliki beban besar atau akselarasi tinggi. Hal ini dapat membuat mesin menjadi panas karena kekurangan atau kelebihan bahan bakar, karena jumlah gas diatur hanya diawal dan tidak mengikuti dinamika mesin.
Inovasi Teknologi Indonesia menghasilkan peralatan Konverter Kit Generasi Kedua dengan sistem elektronik menggunakan injector dan close sistem. Gas akan dan hanya keluar mengalir kedalam ruang bakar mesin jika injector terbuka yang diatur oleh timing putaran mesin dan besaranya gas diatur oleh besarnya puls injector. Dengan sistem inilah maka semua mesin dunia dapat dikonversi menggunakan beragam bahan bakar alternatif. Efisiensi yang dicapai akan tinggi dan mesin menjadi awet dan tahan lama karena pembakaran yang benar dalam ruang bakar dengan jumlah gas yang terukur dengan baik.
Teknologi ini sebenarnya sudah diterapkan di mobil era sekarang menggunakan sensor, processor (ECU) dan actuator sehingga mobil jaman sekarang sangat efisien dengan performa yang tinggi dibandingkan dengan sistem karburator sebelum tahun 1990. Sistem otomatisasilah diterapkan pada mesin mobil sehingga bahan bakar lebih efisien.
Menggunakan disiplin ilmu Mechatronik maka lahirlah teknologi ini dan inovasi teknologi Indonesia menerapkannya pada mesin-mesin kecil dan murah di sektor nelayan dan pertanian.
Lahirlah Konverter Kit Generasi Kedua yang menggunakan sistem ECU dengam kinerja elektronik yang lebih presisi dibandingkan kinerja mekanik. Konverter kit yang lebih unggul dengan memindahkan teknologi canggih di mobil ke mesin kecil, murah dan simpel.
Inovator Indonesia memulai lebih dahulu untuk menerapkan teknologi ini disektor nalayan dan pertanian dibandingkan dengan si penemunya teknologi ini (sistem ECU) di mobil dan juga inovator Indonesia hanya menerapkan peralatan konversi pada mesin-mesin yang sudah beredar.
Penggunaan produk Konverter Kit Generasi Kedua sudah dapat dipasangkan pada semua jenis  mesin dunia, apakah itu berbahan bakar minyak jenis Bensin atau jenis Solar. Bermacam-macam jenis bahan bakar alternatif dapat juga dipergunakan seperti bahan bakar gas jenis LPG (Liquid Petroleum Gas) atau jenis Natural Gas (Gas Alam) dalam bentuk CNG (Compressed Natural Gas) demikian juga dalam bentuk LNG (Liquid Natural Gas). Bahan bakar renewable energy seperti Bioethanol (alkohol, seperti di Amerika dan Brazil), Biogas, Gastifikasi maupun Hidrogen.
Yang membedakan produknya adalah jenis mesin dan bahan bakar yang dipilih dengan dispilin setting dan tuning yang berbeda, menggunakan load atau beban yang sesuai dengan kapasitas mesin dan jenis bahan bakarnya.
Jika Inovasi Teknologi Indonesia ini benar-benar diangkat di tanah air yang tercinta ini maka daya ungkit akan terlihat nyata dan mengangkat indeks daya saing Indonesia dimata dunia. Ketahanan dan Kemandirian energi Indonesia akan menjadi nyata serta ketergantungan akan impor energi menjadi menurun. Konversi energi di hulu dan hilir menjadi nyata adanya (R)