Oleh: Sapril Nugraha (Kepala Subbagian Umum KPPN Benteng)
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan negara mempunyai tanggung jawab untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum dalam rangka mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Untuk mewujudkan hal tersebut telah diterbitkan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial dan Peraturan Pemerintah Nomor 39 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial.
Sesuai Undang-Undang Nomor 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial pasal 6, yang termasuk penyelenggaraan kesejahteraan sosial salah satunya meliputi perlindungan sosial. Perlindungan sosial menjadi elemen penting dalam strategi kebijakan publik untuk memerangi kemiskinan dan meringankan penderitaan kelompok-kelompok lemah dan kurang beruntung. Pengertian dari perlindungan sosial itu sendiri adalah semua upaya yang diarahkan untuk mencegah dan menangani risiko dari guncangan dan kerentanan sosial.
Perlindungan sosial bertujuan untuk mencegah dan menangani risiko dari guncangan dan kerentanan sosial seseorang, keluarga, kelompok, dan masyarakat agar kelangsungan hidupnya dapat dipenuhi sesuai dengan kebutuhan dasar minimal. Yang berhak mendapatkan perlindungan sosial adalah seseorang, keluarga, kelompok dan masyarakat yang berada dalam keadaan tidak stabil yang terjadi secara tiba-tiba sebagai akibat dari situasi krisis sosial, ekonomi, politik, bencana, dan fenomena alam. Dalam pelaksanaannya Perlindungan Sosial terbagi menjadi bantuan sosial, advokasi sosial, dan bantuan hukum.
Bantuan Sosial bertujuan agar seseorang, keluarga, kelompok, atau masyarakat nyang mengalami guncangan dan kerentanan sosial dapat hidup secara wajar. Bantuan sosial dapat bersifat sementara atau berkelanjutan dalam bentuk bantuan langsung, penyediaan aksesibilitas, dan penguatan kelembagaan. Sedangkan untuk Advokasi sosial bertujuan untuk melindungi dan membela seseorang, keluarga, kelompok, atau masyarakat yang dilanggar haknya. Advokasi sosial diberikan dalam bentuk penyadaran hak dan kewajiban, pembelaan, dan pemenuhan hak. Dan untuk Bantuan hukum diberikan kepada warga negara yang menghadapi masalah hukum dalam pembelaan atas hak, baik didalam maupun diluar pengadilan dalam bentuk pembelaan dan konsultasi hukum.
Pemerintah menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai instrument yang digunakan untuk penyelenggaraan perlindungan sosial. Anggaran yang dialokasikan untuk penyelenggaraan perlindungan sosial pada APBN tahun 2017 sebesar 216,6 triliun, tahun 2018 sebesar 293,8 triliun, tahun 2019 sebesar 308,4 triliun. Bersamaan dengan pandemi Covid-19, dana perlindungan sosial mengalami peningkatan yang cukup signifikan di tahun 2020 yaitu sebesar 498 triliun. Seiring dengan mulai meredanya pandemi Covid-19 alokasi anggaran perlindungan sosial menurun di 2021 menjadi 487,8 triliun dan 431,5 triliun pada 2022, dan pada tahun 2023 akan dianggarkan sebesar 479,1 triliun.
Sebagian anggaran perlinsos dialokasikan melalui Belanja Pemerintah Pusat yaitu melalui Anggaran Kementerian/Lembaga (K/L) dan non-K/L. Anggaran tersebut antara lain dialokasikan melalui Kementerian Sosial yang disalurkan kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dalam bentuk Program Keluarga Harapan dan Program Kartu Sembako, Kementerian Kesehatan menyalurkan dalam bentuk bantuan iuran bagi peserta PBI JKN, Kemendikbudristek menyalurkan dalam bentuk Program Indonesia Pintar bagi siswa dan Program KIP Kuliah bagi mahasiswa, serta Kementerian Agama menyalurkan dalam bentuk Program Indonesia Pintar bagi siswa dan mahasiswa.
Sementara itu, anggaran perlindungan sosial yang disalurkan melalui non-KL dialokasikan antara lain dalam bentuk program pengelolaan subsidi untuk penyaluran subsidi listrik, subsidi LPG tabung 3 kg, penyaluran subsidi bunga KUR, serta melalui program pengelolaan belanja lainnya untuk pelaksanaan Program Kartu Prakerja dan alokasi cadangan bencana.
Di samping alokasi anggaran melalui APBN, pemerintah juga menganggarkan program perlindungan sosial melalui APBD. Pemerintah Pusat melalui Kementerian Keuangan telah menginstruksikan kepada pemerintah daerah agar menganggarkan 2% dari Dana Transfer Umum (DTU) untuk belanja wajib APBD dalam rangka memberikan bantuan sosial bagi masyarakat di daerah masing-masing sebagai upaya penanganan dampak inflasi pasca kenaikan harga BBM. Belanja wajib perlindungan sosial ini telah diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 134/PMK.07/2022.
Kebijakan tersebut mewajibkan pemerintah daerah mendukung program penanganan dampak inflasi, melalui belanja wajib perlindungan sosial untuk periode bulan Oktober 2022 sampai dengan bulan Desember 2022. Belanja wajib perlindungan sosial ini akan digunakan untuk pemberian bantuan sosial, termasuk kepada ojek, usaha mikro, kecil, dan menengah, dan nelayan, penciptaan lapangan kerja, serta pemberian subsidi sektor transportasi angkutan umum di daerah.
Pemerintah juga mencanangkan reformasi perlindungan sosial. Reformasi perlindungan sosial diperlukan untuk menjawab sejumlah tantangan yang dihadapi, di antaranya akurasi data, fragmentasi antar program perlindungan sosial, pemberian program yang belum sepenuhnya disertai kebijakan graduasi kemiskinan yang terukur, serta penguatan program agar menghasilkan sistem perlindungan sosial yang responsif terhadap krisis di masa depan.
Salah satu upaya mewujudkan reformasi sistem perlindungan sosial adalah transformasi data menuju Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek) seluruh penduduk. Pendataan awal Regsosek akan menghasilkan data terpadu tidak hanya program perlindungan sosial, melainkan keseluruhan program yang dibutuhkan masyarakat untuk kebijakan pemerintah yang lebih terarah, selain itu juga digunakan untuk kepentingan perencanaan dan evaluasi pembangunan.
Regsosek merupakan salah satu pilar utama dalam reformasi sistem perlindungan sosial yang lebih komprehensif, inklusif, dan adaptif terhadap guncangan ekonomi dan sosial. Diharapkan ke depannya, Indonesia memiliki sistem perlindungan sosial yang adaptif dan sepanjang hayat. Dengan demikian, perlindungan sosial yang disalurkan pemerintah mampu berperan optimal dalam menghadapi krisis, menjaga seluruh lapisan masyarakat dari kerentanan sosial, sehingga benar-benar efektif untuk mencapai tujuan dan sasarannya.