Selayarnews.com – Praktik percaloan pengurusan paspor kian marak di kantor Imigrasi Kelas I Makassar, Jalan Perintis Kemerdekaan km 13, Kecamatan Tamalanrea. Bukan hanya melibatkan orang luar, tapi pihak internal juga disebut-sebut ikut terlibat.
Akibatnya, tarif resmi yang seharusnya diberlakukan sebesar Rp355 ribu untuk satu paspor, membengkak dengan angka yang bervariasi. Mulai dari Rp500 ribu hingga Rp800 ribu.
Warga yang mengurus paspor biasanya lebih banyak menggunakan jasa calo. Alasannya klasik. Proses yang mesti dilaluinya tidak terlalu ribet. Tak perlu berlama-lama antre dan paspor yang diinginkan cepat terbit.
Sementara jika melalui jalur resmi, sulitnya bukan main. Semua prosedur resmi harus dilalui. Mulai dari antre, membayar biaya di bank, foto hingga menunggu terbitnya paspor yang butuh waktu berhari-hari lamanya.
Untuk urusan penerbitan paspor, baik baru maupun perpanjangan, terlebih dahulu pemohon terlebih dahulu mengisi daftar hadir, dengan menuliskan nama lengkap sesuai dengan nomor urut yang telah disediakan.
BKM yang datang ke kantor Imigrasi pada pagi hari, ternyata sudah tak bisa dilayani. Pengambilan nomor antrean telah ditutup.
Untuk mendapatkan nomor antrean, sebaiknya datang lebih cepat. Sebab jika sudah pagi, nomor antrean sudah terbagi habis. Bila sudah demikian, anda terpaksa harus datang keesokan harinya.
Beberapa pemohon yang sudah memegang nomor antrean, mengaku sudah datang ke kantor Imigrasi sejak subuh hari. Bahkan ada yang datang pukul 03.00 Wita.
Pada pukul 06.00 Wita, daftar hadir bagi pemohon yang dipegang oleh security sudah ditutup. Saat itulah proses awal untuk mengurus paspor dihentikan.
Padahal berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Imigrasi Nomor IMI-GR.01.01.0047 tanggal 8 Januari 2016 yang tertempel di kaca, bahwa terhitung sejak tanggal 11 Januari 2016 Kantor Imigrasi Kelas I Makassar membuka pengambilan nomor antrean paspor mulai pukul 07.30 sampai dengan 10.00 Wita setiap hari Senin hingga Jumat.
Ketidakkonsistenan inilah yang kemudian dimanfaatkan para calo, baik yang berasal dari luar maupun orang dalam. Mereka memanfaatkan warga yang ingin mengurus paspor namun tidak mendapatkan nomor antrean. Jasa pengurusan lewat jalur khusus langsung ditawarkan. Tentu dengan tarif berbeda dari yang sebenarnya.
Untuk perpanjangan masa aktif paspor, jika menggunakan jasa calo hanya butuh waktu satu hingga dua hari. Biaya yang mesti dikeluarkan antara Rp600 ribu hingga Rp650 ribu.
Sedangkan bila mengikuti proses standar, pengurusan paspor baru bisa selesai tujuh hari. Biaya sebesar Rp355 ribu dibayar melalui bank.
Untuk mengurus paspor, persyaratan yang mutlak dipenuhi, baik melalui calo maupun jalur resmi, yakni KTP yang berlaku, kartu keluarga, akta kelahiran, ijazah, buku nikah (bagi yang sudah menikah), buku pelaut (bagi pelaut), surat rekomendasi dari Disnaker (khusus TKI) dan surat ganti nama bagi WNI warga keturunan. Semuanya harus diperlihatkana aslinya disertai foto copy.
Seorang pemohon paspor, Hernawati yang datang ke kantor Imigrasi bersama suaminya, mengaku sudah beberapa kali menerima tawaran calo untuk pengurusan paspor. Hal itu dilakukannya karena dirinya sering tidak mendapatkan nomor antrean dari security.
”Saya selalu datang subuh hari kalau mau urus paspor, tapi tetap tidak mendapat nomor antrean. Kalau tidak mau susah-susah dan ribet, mending lewat calo,” terangnya.
Warga Rappocini ini mengaku pertama kali membuat paspor pakai calo. Karena beberapa hari datang, nomor antrean selalu habis.
”Tidak tahu, habis betul atau bagaimana. Terpaksa saya pakai calo. Mungkin bulan April 2016 ini, waktu saya mau naik haji. Calonya itu yang kasih kita nomor antrean. Orangnya gemuk, dan orang dalamji juga,” tambahnya.
Ia menjelaskan, mengurus paspor dengan menggunakan jasa calo tidak jauh berbeda dengan mengurus sendiri. Hanya saja, jika lewat calo, penerbitan paspor jauh lebih cepat dibandingkan dengan mengurus sendiri.
“Tidak jauh bedaji dengan urus sendiriki. Karen persyaratan juga harus kita penuhi. Waktuji saja yang beda. Jadi kalau sudah dia kasih tahu hari penerbitannya, datang maki besok menghadap sama itu orang. Baru dia tidak mau kasih nomor teleponnya itu. Ketemu langsung paki di kantor sini,” bisiknya.
Untuk kedatangan Hernawati di kantor Imigrasi kali ini, sekadar dia menemani suaminya untuk mengurus paspor. Diapun tetap menggunakan jasa calo yang dulu sewaktu dirinya hendak berangkat haji.
“Suamiku yang urus ini. Tapi calo yang samaji juga. Kesana maki di mejanya. Adaji itu orangnya,” sarannya.
Seorang ibu lainnya yang berlogat Bugis, bersama tiga rekannya kompak membeberkan adanya calo pengurusan paspor. Mereka menyebutnya orang dalam Imigrasi. Hanya saja, ketiganya sepakat tidak pernah dan tak akan menggunakan jasa calo dalam pengurusan paspor.
“Saya tahu kalau ada calo, karena kita dulu pernah ditawari. Calonya itu orang dalamji juga. Saya tahu orang dalam kerja karena pakai seragam dinas. Tapi kalau lewat calo itu agak mahalki dek, main Rp600 ribu sampai Rp700 ribu. Kalau saya pasti tidak mauja,” cetusnya.
Setelah mengumpulkan informasi dari beberapa pengurus paspor yang ada di dalam ruang tunggu maupun di teras, BKM mencoba mendatangi salah seorang securty untuk menanyakan proses mengurus penerbitan paspor. Tepat di bawah tangga sebelah kiri ketika masuk ke ruangan tunggu. Security itu duduk di balik mejanya.
Di atas meja security itu terlihat beberapa kertas bertuliskan persyaratan yang harus dilengkapi pengurus untuk penerbitan paspor. Selain itu, daftar hadir juga disimpan di atas mejanya.
Kegelisahan nampak terlihat jelas ketika BKM berdiri tepat di depan mejanya. Kedua kedua tangan security itu masuk ke dalam kantong celananya, seakan ada sesuatu yang ingin diambil untuk disimpan ke laci meja yang sudah dari tadi terbuka lebar.
Bahkan saat BKM menanyakan cara dan waktu pengambilan nomor, security itu tetap masih belum mengeluarkan kedua tangannya dari dalam kantong celana panjang berwarna biru. Dia hanya fokus membimbing salah seorang pengurus yang berdiri tepat di dekat laci mejanya yang terbuka lebar dan berada di samping kanannya.
“Mauki apa? Kalau mauki ambil nomor, hari Senin datangki subuh. Karena sudah tidak melayani pengambilan nomor jam begini,” kata securtiy berinisial Brn itu.
Usai memberikan informasi waktu pengambilan nomor, Brn tetap mempertahankan kedua tangannya berada di dalam kantong celananya. Sesekali wartawan BKM pandangan, dan waktu itulah Brn mengeluarkan satu persatu tangannya. Terlihat ia mengeluarkan kertas mirip nota pembayaran yang disimpan di bawah buku besar dan ada juga disimpan di laci.
Hal itu berulang kali ia lakukan. Bukan hanya di kantong kiri dan kanannya, tetapi di kantong belakang juga dia sempat mengeluarkan kertas yang berupa nota pembayaran.
“Hari Seninpi kalau mauki datang. Sudah tutupmi,” ulang Brn di samping pengurus yang minta dibimbing.
Kakanwil Kemenkum HAM Tampik Kepala Imigrasi
-Soal Biro Jasa yang Beroperasi Legal
KEPALA Kantor Imigrasi Kelas I Makassar, Haspion Irman membantah secara tegas bila ada praktik percaloan dalam pengurusan paspor di instansi yang dipimpinnya. Apalagi sampai melakukan pembiaran terhadap calo ataupun orang dalam untuk melakukan pungli (pungutan liar).
“Sejak dulu tidak pernah ada calo di Imigrasi. Yang ada itu biro jasa, yang izinnya dikeluarkan kanwil (Kementerian Hukum dan HAM),” tegas Haspion, Senin (17/10).
Namun, kata dia, sejak seminggu lalu dirinya telah berkoordinasi dengan biro jasa tersebut. Aktivitas mereka kemudian dibatasi. Orang yang ingin mengurus paspor harus datang langsung.
Haspion menilai, keberadaan biro jasa tersebut sangat membantu pihak Imigrasi. Sebab apabila ada orang yang tidak tahu tentang syarat pengurusan paspor, biro jasa inilah yang membantu mengatasinya.
”Tentu saja tarifnya lebih mahal jika dibandingkan orangnya sendiri yang datang mengurus ke kantor. Tidak asatu senpun yang diterima pihak Imigrasi. Kalau biaya resmi penerbitan paspor sebesar Rp355 ribu,” ujarnya.
Dia menyebut, tarif yang diberlakukan biro jasa tersebut bervariasi, antara Rp500 ribu hingga Rp750 ribu. Tergantung dari biro jasanya.
”Biro jasanya resmi dan terdaftar di kantor Imigrasi. Mereka punay name tag di baju seragamnya. Jika tidak ada identitas resminya, pasti langsung ditolak petugas Imigrasi,” terangnya.
Haspion tak memungkiri jika biro jasa tersebut meminta bayaran lebih. Alasannya, mereka menghitung biaya transportasi, akomodasi serta biaya operasional.
Meski begitu, Haspion mengaku pihaknya selalu menghimbau masyarakat mengurus sendiri paspornya dan membayar melalui bank, tanpa melalui biro jasa dan calo.
Dihubungi terpisah, kemarin, Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kemenkum HAM Sulsel, Sahabuddin Kilkoda menyatakan ketidaktahuannya perihal adanya biro jasa yang keberadaannya dilegalkan dalam kepengurusan administrasi di kantor Imigrasi.
“Saya belum tahu kalau ada biro jasa yang legal di kantor Imigrasi, yang bisa membantu masyarakat untuk mengurus paspor,” kata Sahabuddin menampik.
Namun dia menegaskan, dalam kegiatan apapun di lembaga yang berada di bawah naungan Kanwil Kemenkum HAM, tidak diperbolehkan adanya pungutan di luar ketentuan.
“Tidak boleh ada pungli. Kalau ada, itu sama saja bunuh diri. Kalau berani melakukan pungutan diluar dari teknis, saya akan tindak,” tegasnya. (mat-jun/rus) BKM