Oleh : Rakhmat Zaenal, Lc
Selayarnews.com – Di luar kebiasaan, kemanapun kaki melangkah selalu ada keramaian; reuni, sebuah proses menyatukan yang telah berserak.
Reuni tiba-tiba menjadi fenomena menarik, minimal lima tahun terakhir. Bukan pada penyatuan yang berserak, tapi rekonstruksi sebuah masa lalu yang mungkin manis, pahit, riang atau sedih, tapi pada akhirnya semua itu menjadi alasan untuk tertawa bersama. Dan inilah daya tarik kenapa reuni menjadi yang dirindukan dan dinantikan.
Berbagai kegiatan pendukung kemudian disiapkan, mulai dari berbagi takjil, buka puasa bersama, hingga berbagi untuk mereka yang kurang beruntung. Susunan acara juga disiapkan agar semeriah mungkin – seperti masa-masa dulu, ketika bersama, masa yang hendak dihadirkan itu. Ada permainan, tukar menukar hadiah, door prize, lomba menyanyi, dst. Tapi tentu semua itu hanya selingan. Yang inti dari semua itu, adalah, saling menghadirkan masa lalu, yang tentu ramai karena ada pembongkaran memori; tentang pelajaran yang dibenci, guru lucu atau killer, nilai ujian yang hancur, bahkan binar-binar hati di masa lalu, yang dalam bahara ilmiahnya, “odo-odo” (tambatan hati).
Dan kemudian semua tertawa.
Tapi yang paling menarik dari semua ini – tentu karena saya bukan bagian dari yang reuni, adalah fenomena kepedulian sosial kolektif untuk daerah, disadari atau tidak.
Ketika berkunjung ke Israel, sangat mudah bagi kita menemukan tulisan kecil di berbagai fasilitas umum, mulai dari ranjang rumah sakit, fasilitas sekolah dan universitas, taman, dll, dengan nama-nama organisasi atau perkumpulan Yahudi dari berbagai negara yang telah berperan dalam pengadaan berbagai sarana itu.
Dalam berbagai catatan, ada lebih 10.000 milyuner Yahudi, sekitar 3.600 organisasi Yahudi, tidak kurang dari 500 perusahaan multi nasional Yahudi, yang selama ini rutin berbagi untuk “bangsa”nya. Itu belum termasuk yayasan keluarga.
Bahkan menurut laporan Haaretz, berbagai organisasi charity telah menjadi “industri”, dimana organisasi terbesar saat ini memiliki aset sekitar 26 milyar US dollar. Mereka juga bahkan berhasil “menyumbang” negaranya, bukan saja organisasi sosial ataupun kepemudaan.
Fenomena berbagi untuk berbagai angkatan alumni di Selayar ini menjadi menarik karena muncul dari inisiatif kolektif dengan sumberdaya kolektif.
Saat ini jumlahnya mungkin masih sangat kecil dan cenderung insidentil. Tapi dengan melihat kapasitas SDM dari berbagai angkatan alumni, sebuah desain keterlibatan terhadap “pembangunan” daerah bisa disusun, sehingga tidak saja menyentuh permasalahan sosial secara insidentil seperti bantuan untuk mereka yang belum beruntung, tapi juga peningkatan layanan dan kualitas pendidikan, kesehatan, dll.
Biaya untuk untuk pembeli beberapa lembar atap seng, beberapa lembar papan dan tiang untuk satu acara bedah rumah atau rumah baca misalnya, tentu tidaklah lebih mahal dari biaya sewa tempat, anggaran seragam, konsumsi, sewa elekton, hadiah, dll.
Selamat bereuni. Selamat bersenang-senang, hati-hati lirikan mantan.