Oleh : Rahmat Hidayat (Lecturer-Rhymer-Lawyers)
Selayarnews.com – Sebagai orang yang mencintai sepak bola dan rasa sedikit peduli terhadap perkembangan olahraga di tanah kelahiran saya, saya menyambut pergantian pucuk pimpinan ASKAB PSSI Kepulauan Selayar dengan harapan besar. Kini, seorang Ketua PSSI Selayar yang baru telah terpilih. Saya mengenalnya dengan sangat baik, satu tim futsal bahkan sekelas dengannya di MAN 2 MODEL MAKASSAR, saya selalu percaya saudara Ahmad Sajjad memiliki perhatian dan semangat terhadap sepak bola, tentu dengan visi membawa sepakbola Selayar ke arah yang lebih baik. Namun, pertanyaan yang terus terngiang dalam benak saya adalah: apakah pergantian ini akan benar-benar mengubah wajah sepak bola Selayar? Atau hanya pergantian nama ketuadalam sistem yang tetap sama?
Sepak Bola Kita: Mimpi yang Tak Pernah Tumbuh
Idealnya, sepak bola daerah mulai bertahap dikelola secara profesional, berkelanjutan, dan terstruktur. Undang-Undangnomor 11 tahun 2022 tentang Keolahragaan, Permenpora Nomor 14 tahun 2014 dan lex sportiva PSSI mengaminkan hal itu: klub harus berbadan hukum, pembinaan usia muda harus berjenjang dan sistematis. Namun, realitas sepak bola di Selayar sangat jauh dari standar itu.
Mari kita berkaca bagaimana prestasi kita di ajang regional seperti Porprov yang sangat kurang kalua tak mau dibilang mengecewakan. Tahun 2018, Perwakilan Selayar tidak meraih satu pun poin di fase grup. Tahun 2021, bahkan kita tidak lolos kualifikasi. Saya pun bertanya: di mana pembinaan? Di mana sistem? Faktanya, kita kekurangan fasilitas. Bahkan satu pun lapangan di kabupaten tercinta kita tidak ada yang layak memenuhi fasilitas standar PSSI. Sementara itu, turnamen hanya muncul secara insidental, biasanya saat 17 Agustus, bulan puasa, atau alat kampanye para politisi.
Klub-klub kita tidak berbadan hukum, dan lebih menyedihkan lagi, nama mereka kerap berganti-ganti bahkan menjadi biang perselisihan. Ini menandakan bahwa tidak ada arah, tidak ada fondasi yang jelas. Saya melihat ASKAB selama ini lebih berfungsi sebagai jabatan politis ketimbang lembaga pembina olahraga.
Potensi Ada, Tapi Kerap Terkunci
Saya tahu, dan banyak dari kita tahu, bahwa Selayar punya banyak talenta. Anak-anak muda penuh semangat, berlatih di bawah terik matahari meski dengan lapangan seadanyadimana tiang gawang lawan berada diatas bukit,hehehe.Sayangnya, proses seleksi pemain kerap tidak adil. Kekerabatan dengan pejabat atau tokoh tertentu sering kali menjadi tiket masuk tim, sementara bakat tulen tersisih. Ini menyakitkan bagi mereka yang berjuang lewat latihan dan dedikasi.
Komunitas suporter pun belum diberdayakan sepenuhnya. Mereka hanya diajak saat pertandingan, dan saling mengejek bahkan berkelahi setelahnya. Mereka belum diajak membangun atmosfer olahraga. Padahal, suporter bisa menjadi bagian penting dari perubahan budaya sepak bola.
Daerah-daerah lain sudah mulai berhias, Pare-pare membangun ulang stadionnya, Gowa merenovasi lapangan-lapangannya. Mereka sadar bahwa sepak bola bukan hanya soal olahraga, tapi juga kebanggaan dan ekonomi. Selayar masih tertinggal — bukan karena kita tidak mampu, tapi karena kita belum sungguh-sungguh memulai.
Saya yakin Ketua PSSI Selayar yang baru punya semangat. Tapi saya juga tahu, semangat tanpa sistem akan habis ditelan rutinitas. Jika tidak ada koordinasi dengan pemerintah daerah, jika tidak ada dorongan untuk menganggarkan dana pembinaan, jika tidak ada tekad untuk memberdayakan akar rumput, maka semua akan kembali ke titik nol.
Apa yang Harus Dilakukan?
Menurut saya, langkah pertama yang harus dilakukan oleh Ketua ASKAB saat ini adalah membentuk kembali dasar-dasar sistem. Klub harus diformalkan. Liga lokal harus dibentuk. Pemda harus diajak bicara untuk membangun atau merenovasi lapangan kalau stadion belum bisa. Edukasi suporter harus dimulai. Seleksi atlet harus berdasarkan kemampuan, bukan koneksi. Dan yang paling penting: sepak bola harus dikelola oleh mereka yang mencintainya, bukan hanya mereka yang membutuhkannya untuk kepentingan pribadi atau jabatan.
Jika itu semua dilakukan, saya percaya kita bisa melihat perubahan nyata dalam lima tahun ke depan. Kita bisa menyaksikan klub dari Selayar tampil di Liga 3. Kita bisa mendengar nama pemain kita disebut di level profesional. Kita bisa kembali bangga dan bergumam “ To ha’le”.
Apakah Kita Siap Naik Kelas?
Saya percaya bahwa Selayar bisa naik kelas. Tapi saya juga sadar bahwa mimpi tidak cukup. Yang dibutuhkan adalah kerja nyata, sistem yang sehat, dan komitmen bersama. Pergantian Ketua hanya akan berarti jika dibarengi dengan perubahan cara pandang dan cara kerja.
Jika tidak, saya khawatir lima tahun ke depan kita hanya akan menyaksikan hal yang sama, dan saya akan kembali menulis opini yang sama — dengan harapan yang sama, dan kekecewaan yang sama























