Oleh: Nurlaily, SE (Kepala Seksi Bank KPPN Benteng)
Selayarnews.com – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (SMI) pada kunjungan ke Pasar Besar Malang tanggal 4 Januari 2018 mengungkapkan, “Pemberian bantuan modal kerja UMi, merupakan amanat Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, seperti halnya pembangunan infrastruktur yang telah dilaksanakan dan dirasakan langsung oleh masyarakat. Pembiayaan UMi sudah dimulai pada awal tahun 2017 dengan anggaran sebesar Rp 1,5 triliun.
Karena program ini dinilai sukses memberdayakan usaha kecil dan mikro, pada tahun 2018 sesuai dengan kesepakatan antara Pemerintah dan DPR Republik Indonesia, anggarannya ditambah menjadi Rp 2,5 triliun”.
Jadi apa itu pembiayaan Ultra Mikro (UMi)? Sebagaimana sudah dijelaskan oleh Menteri Keuangan pada berbagai kesempatan, UMi merupakan program pembiayaan yang digulirkan pemerintah dan menyasar usaha ultra mikro yang berada di lapisan terbawah. Dengan program ini, diharapkan membuka kesempatan kepada pengusaha/calon pengusaha kecil khususnya perempuan untuk mendapatkan kemudahan memulai usaha di rumah, sehingga dapat mendukung ekonomi rumah tangga.
Ada apa dengan kelompok ekonomi marginal sehingga memerlukan program pembiayaan tersendiri? Istilah kelompok marginal biasanya diberikan kepada kelompok masyarakat yang terpinggirkan, baik secara ekonomi, sosial, dan aspek lainnya. Untuk konteks tulisan ini, lebih mengedepankan pada kelompok masyarakat paling bawah yang termarginalkan oleh sektor perbankan, dalam artian belum memiliki akses pembiayaan dengan alasan belum bankable. Dengan kata lain, sektor ini belum memperoleh kesempatan untuk mendapat pembiayaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang juga merupakan salah satu program yang digulirkan pemerintah.
Dan disinilah pemerintah kembali hadir…..
UMi: Konsep dan Implementasi
Pembiayaan UMi diinisiasi oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan, dengan leading sector berada salah satu unit Eselon II pada DJPb yakni Direktorat Sistem Manajemen Investasi (Dit SMI). Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan, selanjutnya memberikan penugasan kepada Badan Layanan Umum (BLU) Pusat Investasi Pemerintah (PIP), selaku sebagai koordinator penghimpun dan penyalur dana (coordinated fund). PIP disebut sebagai koordinator penghimpun dana karena program UMi sendiri dibiayai dari berbagai sumber, yakni: rupiah murni (APBN), hibah, pendapatan dari pembiayaan, dan sumber lainnya (kerjasama pendanaan dan investasi). Selanjutnya dana yang telah dihimmpun, diteruskan kepada usaha produktif melalui Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB), yakni PT Pegadaian, PNM, serta Bahana Artha Ventura.
Apa perbedaan antara UMi dengan program pembiayaan lain yang sebelumnya telah dilaksanakan pemerintah? Pemerintah melalui APBN senantiasa berupaya menghadirkan upaya perbaikan ekonomi masyarakat, khususnya masyarakat ekonomi bawah atau sektor UMKM. Program pemberdayaan yang digulirkan antara lain program dana bergulir, bantuan permodalan, dan yang terkini dan masih dijalankan secara masif adalah KUR.
Berikut perbedaan antara pembiayaan UMi dan KUR sebagaimana dikutip dari web Kementerian Keuangan (https://www.kemenkeu.go.id/umi) :
Kriteria | KUR | UMi |
Lembaga Penyalur | Perbankan dan Lembaga Keuangan | Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) |
Plafon | sd. Rp25 juta (Mikro) Rp25juta s.d. Rp500 juta (ritel) | Maksimal 10 juta |
Penerima | Usaha Mikro dan Kecil | Pelaku Usaha Ultra mikro |
Tenor Pinjaman | Jangka Panjang (>1 tahun) | Jangka pendek (<52 minggu) |
Agunan | Usaha Kecil diperlukan agunan sebagaimana ketentuan Perbankan | Untuk pembiayaan kelompok tidak ada agunan |
Pendampingan dan Pelatihan | Tidak wajib | Wajib |
Konsep Dukungan pemerintah | Subsidi bunga | PIP memberikan pinjaman ke LKBB dengan bunga 2%-4% |
Prosedur Pinjaman | Mekanisme perbankan | Mekanisme LKBB |
Sampai dengan akhir tahun 2018, pembiayaan UMi telah menjangkau 846.547 debitur yang 90% diantaranya perempuan, naik dari tahun 2017 yang menjangkau 307.032 debitur, dengan total pembiayaan yang disalurkan lebih dari Rp2,3 triliun rupiah. Untuk tahun 2019, pemerintah mengalokasikan anggaran UMi sebesar Rp3 triliun atau secara akumulatif alokasi anggaran UMi dari tahun 2017 mencapai Rp7 triliun.
Tujuan intrinsik apa yang disasar pemerintah sehingga menggelontorkan anggaran besar dalam membiayai program UMi? Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor: 95/PMK.05/2018 tentang Pembiayaan Ultra Mikro, tujuan pembiayaan UMi adalah sebagai berikut:
- Menyediakan fasilitas pembiayaan yang mudah dan cepat bagi usaha ultra mikro
Sektor paling bawah dan belum bankable masih banyak dan belum mendapat fasilitas pembiayaan KUR. Sektor perbankan sulit masuk ke segmen kelompok usaha yang membutuhkan modal atau pembiayaan skala kecil (ultra) yang tidak memiliki aset untuk diagunkan. Dengan hadirnya UMi maka sektor ekonomi yang selama ini termarginalkan oleh sektor perbankan, juga memiliki akses pembiayaan dalam rangka mengembangkan usaha.
- Menambah jumlah wirausaha yang difasilitasi pemerintah
Dengan jumlah pelaku usaha ultra mikro yang dibiayai hingga akhir tahun 2018 mencapai 846.547 debitur, sejatinya sudah menunjukkan potensi meningkatnya wirausaha di sektor ekonomi terbawah. Perlu digarisbawahi bahwa program pembiayaan UMi mensyaratkan adanya pendampingan dari pihak LKBB penyalur, sehingga persentase keberhasilan program diharapkan lebih baik. Apabila sebagian besar debitur UMi tersebut berhasil “naik kelas”, maka dapat dibayangkan multiplier effects yang dihasilkan. Pelaku usaha yang sebelumnya tidak bankable, pada akhirnya akan mampu memenuhi syarat pembiayaan yang lebih tinggi, termasuk KUR.
Dengan jumlah penyaluran yang cukup besar, benarkah program UMi tidak mengalami kendala? Tentu tidak. Setiap program pasti mengalami kendala. Antara lain masih minimnya sosialisasi LKBB kepada calon debitur, pemerintah daerah yang belum mengetahui mengenai program UMi, dll. Namun berbagai kendala tersebut tidak menjadikan pemerintah patah arang. Berbagai langkah telah disiapkan dan dilaksanakan, melalui penguatan regulasi, menggencarkan upaya sosialisasi oleh LKBB, meningkatkan peran Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) di berbagai daerah untuk melaksanakan monitoring dan evaluasi (monev) terkait pengukuran skala keekonomian dan ketepatan data penyaluran.
Peran Pemerintah Daerah dalam Program UMi
Sebagaima diketahui usaha ultra mikro memiliki jumlah (kebutuhan dana) yang sangat besar, sehingga pemerintah pusat tidak dapat bekerja sendiri mengingat keterbatasan APBN. Oleh karena itu PIP dapat mengajak Pemda dan investor strategik untuk berinvestasi ke PIP, dimana PIP bertindak sebagai koordinator dana atau penghimpun dana baik yang bersumber dari APBN maupun non APBN, serta menunjuk penyalur dengan tujuan untuk memitigasi risiko keuangan negara.
Beberapa pemerintah daerah (pemda) selama ini telah memiliki perhatian yang besar dalam pengembangan dan pemberdayaan sektor UMKM. Selain pendampingan dan bimbingan kewirausahaan, pihak pemda juga tidak segan-segan menggelontorkan program pemberian modal maupun dana bergulir dari APBD bagi kelangsungan usaha sektor UMKM. Namun karena proses penyaluran dilaksanakan sendiri oleh pihak pemda, maka risiko tidak kembalinya dana bergulir sangat besar. Perlu dipahami psikologis umum di masyarakat yang menganggap bahwa bantuan dari pemerintah adalah hibah atau bantuan sosial sehingga tidak wajib dikembalikan. Pemahaman seperti inilah yang diduga menyebabkan kegagalan berbagai program yang diinisiasi pemda.
Untuk itulah, program UMi hadir untuk menjembatani pemda dalam melaksanakan program pembiayaan sektor usaha paling bawah. PIP memberikan kesempatan kepada pemda untuk turut mendanai program UMi melalui mekanisme kerjasama pendanaan. Kerjasama pendanaan dituangkan dalam perjanjian antara PIP dan pemda yang memuat kesepakatan paling sedikit memuat: besaran komitmen dana, jangka waktu kerja sama, manajemen risiko, pengelolaan gabungan dana. Penyaluran dana hasil kerjasama PIP dan pemda tetap disalurkan oleh LKBB, sehingga lebih akuntabel serta risiko yang lebih terukur.
Peran lain yang diharapkan dari pemda adalah pengumpulan data calon debitur ultra mikro di wilayah masing-masing untuk kemudian diinput dalam Sistem Informasi Kredit Program (SIKP). Peran pemda sangat strategis karena setiap pemda pasti telah memiliki data dan demografi pelaku usaha di wilayah masing-masing, mulai dari usaha mikro hingga usaha besar. LKBB dapat memanfaatkan data calon debitur potensial tersebut sebagai data awal dalam proses penyaluran pembiayaan UMi.
Keberhasilan pembiayaan UMi tidak semata-mata tanggung jawab pemerintah pusat, namun berbagai pemangku kepentingan harus turut berperan. Di dalamnya ada PIP, LKBB, pemda, dan KPPN selaku unit vertikal DJPb di daerah.
Kata kuncinya adalah sinergi…
Sinergi dalam pendanaan…
Sinergi dalam penyaluran…
Sinergi dalam pelaksanaan monev…
Discussion about this post