Selayarnews.com – Kementerian Keuangan menyatakan kenaikan harga jual eceran (HJE) rokok tahun depan rata-rata 12,26 persen. Ini sejalan dengan kenaikan tarif cukai di mana tertinggi dialami untuk jenis hasil tembakau Sigaret Putih Mesin (SPM) sebesar 13,46 persen. Sementara, terendah yakni sebesar 0 persen untuk hasil tembakau Sigaret Kretek Tangan (SKT) golongan IIIB.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan yang menjadi pertimbangan kenaikan adalah pengendalian produksi, tenaga kerja, rokok ilegal, dan penerimaan cukai.
“Kebijakan tersebut sudah dibicarakan dengan berbagai stakeholder, baik pihak yang peduli dengan kesehatan dan lapangan pekerjaan, petani tembakau, maupun asosiasi pengusaha rokok,” ujarnya saat ditemui di Gedung Ditjen Bea Cukai,Jakarta, Jumat (30/9).
Selain itu, lanjut menkeu, pihaknya juga melakukan pertemuan dan diskusi dengan pemerintah daerah, yayasan, dan universitas. Dari pertemuan dan diskusi yang diselenggarakan, ditarik kesimpulan bahwa kenaikan cukai merupakan langkah yang harus ditempuh dalam rangka pengendalian konsumsi dan produksi.
“Kenaikan tersebut harus berimbang, sehingga tidak berdampak negatif terhadap ketersediaan lapangan pekerjaan dan kesempatan hidup bagi industri kecil,” tuturnya.
Menteri Sri Mulyani mengungkapkan, di 2017, ditargetkan penerimaan cukai sebesar Rp 149,8 triliun, atau 10,01 persem dari total penerimaan perpajakan. “Pemerintah dan masyarakat harus bersama-sama mengamankan kebijakan cukai. Karena apabila meleset, akan langsung berkaitan dengan APBN yang pada akhirnya akan mempengaruhi pembangunan nasional,” tegasnya.
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan Tengah mengkaji usulan kenaikan harga rokok hingga Rp 50.000 per bungkus. Jika memang harus dinaikan dengan harga tersebut, maka cukai juga dinaikkan hingga 365 persen.
Hal ini diungkapkan oleh Direktur Jenderal Bea Cukai, Heru Prambudi saat ditemui di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta. “Kalau harganya Rp 50.000 itu (berarti) naikin cukainya sekitar 365 persen,” ujarnya.
Wacana harga rokok Rp 50.000 berhembus dari hasil penelitian yang dilakukan Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Hasbullah Thabrany.
Hasbullan mengatakan, jumlah perokok akan berkurang drastis jika harga dinaikkan dua kali lipat atau maksimal Rp 50.000 per bungkus. (merdeka.com)