“Tools” Mengangkat Suara dari Gilingan Jagung asal Bitombang di Pekan Seni Nasional Samarinda Kalimantan Timur
Selayarnews- Misbach Daeng Bilok, sebutan panggungnya merupakan salah satu komposer musik asal kepulauan Selayar Sulawesi selatan, ia pernah menempuh pendidikan musik di Institut Seni Indonesia Surakarta di Solo Jawa Tengah. Dalam karya-karyanya Misbah kian bergerak ke arah “ Musik Konkrit” dengan menggunakan benda-benda dari elemen tradisional sebagai sumber inspirasi dalam karyanya.
Misbach dibesarkan di Lingkungan budaya masyarakat suku Makassar di pulau Selayar, Sulawesi Selatan, “Tools” salah satu reportoar karyanya. mengusung tema ini dalam wacana musik sebagai cara pandang saya melihat kompleksitas akan kebutuhan perangkat kehidupan manusia saat ini, berangkat dari lanskap perjalanan atas pengalaman audiktif masuk kekampung dusun, mendengarkan berbagai bebunyian lalu di rangkai menjadi modal menjadi karya musik yang sesuai dengan konteks kekinian.
Sebagai sebuah ekspresi dan bentuk kritis terhadap ruang-ruang sosial di masyarakat, pola interaksi manusia generasi “jaman now” dan seakan membentuk repetisi, tanpa dinamika nyata, noktah tak berarti, hampir semua tubuh tak bergerak berdampingan diam tanpa suara yang sibuk mengolah fasiltas perangkat virtual yang digunakannya, ruang yang semakin individual.
Dari kegelisahan tersebut Misbach mencoba melakukan bentuk eksperimen bunyi untuk menemukan gagasan musik barunya dengan melibatkan intuisi tubuh bergerak untuk menggetarkan imajinasi dan merangsang lahirnya kesadaran kolektif dengan menggunakan media batu “Gilingang Batara” alat untukpengolah bahan makanan masa lampau. Sekaligus sebagai upaya memberi nilai kepada perangkat hidup peninggalan leluhur yang kini ditinggalkan.
Mencoba menciptakan sound ambience (bunyi-bunyian alamiah) yang penuh intensitas untuk mengantarkan kita pada kedalaman rasa dan fantasi kembali kemasa lampau. Dengan melibatkan seorang vokalis dari kelompok musik asal Pekanbaru Riau “Fitrah Giring” Riau Rhythm. Sebuah kolaborasi kompleks menginterpretasikan suara leluhur melayu yang unik dan khas anatara melayu manusia pulau selayar dan riau. Unsur mantra dan ungkapan tradisional digarap menjadi suara suara menusia gunung dan pesisir sebagai dramatisasi pertunjukan tersebut.
Alur “Tools”
“Tools” tubuh dan suara, dari sebuah alat yang dalam bahasa Selayar disebut “Gilingang Batara” dalam tradisi orang Selayar yang kini sudah ditinggalkan masyarakatnya oleh perkembangan jaman ke modernisme, industrialisasi dan kemajuan teknologi, terakhir tahun 80an alat ini cukup aktif difungsikan oleh masyarakat di kampong Bitombang untuk menggiling jagung sebagai makanan pokok.
Suara gesekan batu dan jagung yang terpecah membuat Misbah Daeng Bilok, seniman Selayar menjadikannya sebagai sumber bunyi upaya menggugah kerinduan terhadap suara tradisi tersebut. Ingatan akan pengalaman audiktif misbach, membawa kita pada ruang akustik terhubung pada konteks kondisi sosial, ekonomi, tradisi maupun budaya saat itu.
Dalam Kegelisahan dan Kerinduan.
Diperankan oleh Fitrah “giring”, bergerak pelan dinamis membawa jagung lalu disebar ke beberapa titik panggung pertunjukan, suara ibu bumi dari teriakan manusia hulu menyirat kegelisahan, kerinduan, harapan dan putus asa yang berkelindan dari rentetan peristiwa setiap jaman.
Misbach, yang duduk di depan “Gilingang Batara” diatas rumah panggung..terlihat lemas menelungkup tak berdaya. Perlahan bangkit merespon ruang suara manusia di hulu dari mantra untuk membangkitkan urat nadi gilingang tersebut. Perlahan hidup kembali dengan dimulainya suara gemuruh dan bebunyian dari jagung yg tergilas, keduanya membentuk ruang dialog menghantarkan kita pada ruang waktu dan masa. Tubuh bergerak didukung sorotan cahaya dari lighting dalam konsep kering, alunan syair nyanyian fitrah adalah suara Ritus menengok akar tradisi menjadi ruang imajinasi yang tak terbatas.
Profil Misbach Daeng Bilok
Misbach Daeng Bilok disamping aktif berkarya dalam musik ia juga aktif sebagai pengelola “Rumah Banjarsari” adalah sebuah Kantong Kebudayaan di kota Solo, merupakan ruang publik dan ruang seni sebagai laboratorium sosial budaya berorientasi utama memfasilitasi para pelaku kesenia untuk melakukan kegiatan dan merancang program-program di Rumah Banjarsari. Misbach sebagai penanggung jawab program memiliki visi jelas bagaimana kemanfaatan ruang untuk masyarakat luas dan berdampak pada pelestarian pengembangan budaya di masa depan.
Rumah Banjarsari didirikannya bersama Zen Zulkarnaen penggiat budaya di Solo sejak awal tahun 2017. merupakan rumah tua peninggalan masa Belanda, milik kerabat keluarga Keraton Mangkunegaran dengan arsitektur budaya Indis. Rumah Banjarsari sebagai sebuah Kantong Kebudayaan untuk publik dan seniman, memiliki prinsip gotong royong berbasis komunitas.
Produksi : Rumah Banjarsari
Pimpinan produksi : Joko Sriyono
Sutradara : Zen Zulkarnaen
Pemain : Misbach Daeng Bilok & Fitrah “Giring”
Stage manager : Ahmad Ali Maksum
Koordinator Latihan : Ahmad Ali Maksum
Direktur Artistik dan Karya : Misbahuddin
Penanggung Jawab Panggung dan Artistik :
Ahmad Ali Maksum, Aminudin
Crew artistic & panggung: Ainul Fikri
Penata Suara : Merwan Adi Nugroho
Penata Cahaya : Joko Sriyono
Dokumentasi : Afip Wahyu Farosa
*Dikutip dari Katalog Pekan Teater Nasional “Tubuh Gunung”