Benteng – Komunitas Selayar Bebas Sampah Plastik (SBSP) turut merefleksi Peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia yang diperingati setiap tanggal 5 Juni.
Selain melakukan pemungutan sampah di salah satu objek wisata, SBSP juga mengharapkan adanya inovasi dalam menanggulangi persoalan sampah di laut yang berada di wilayah Kabupaten Kepulauan Selayar. Hal itu diungkapkan Achmad Riyadi saat dikonfirmasi, Minggu (6/6).
“Yang kita harapkan itu adalah adanya sistem pengelolaan sampah terintegrasi dari hulu hingga ke hilir, daur ulang itu adalah turunannya. Sehingga sampah tidak hanya berakhir sampai ke TPA saja, harusnya itu kan dipilah baru di daur ulang karena kalau ditimbun begitu saja kan berarti itu tidak mengurangi tapi hanya memindahkan resiko saja kalau di pinggir pantai resikonya mencemari laut tapi kalau di TPA tetap ada pencemarannya seperti gas metan dan segala macam dan tidak menutup kemungkinan 5 tahun kedepan kita harus menambah TPA lagi,” Imbuhnya.
Adi sapaan akrab Ketua SBSP itu juga mengingatkan agar kesadaran dalam berperilaku bijak terhadap sampah ini harus betul-betul serius mulai dari tataran lingkaran keluarga.
“Penanganannya itu misalnya harus didorong keluarga untuk mengurangi karena kalau sudah jadi sampah kan repot. Mengurangi dalam artian kalau ke pasar bawah wadah sendiri, kalau keluar rumah bawa tumbler dan kita mendorong mulai dari keluarga hingga ke masyarakat luas. Kemudian pun kalau kita menghasilkan sampah di rumah, harus ada yang namanya memilah antara sampah organik dan non organik jadi jika ada pengangkut sampah itu juga ia harus memilah sehingga jika sudah sampai ke TPA. Yang organik itu diolah bisa dijadikan kompos dan non organik itu bisa dicacah atau apalah supaya penanganan itu mulai dari sumber sampahnya yakni manusia hingga ke ujungnya,” Paparnya.
Selain itu, di Kabupaten Kepulauan Selayar juga sudah ada Peraturan Bupati (Perbub) Nomor 59 tahun 2019 tentang pembatasan sampah plastik yang menunjang hal itu.
“Kita sebagai individu mengurangi konsumsi plastik di skala rumah tangga, komunitas dan lembaga lain bahkan pemerintah juga punya kuasa untuk membuat sistem pengelolaan, kalau kita kan hanya sebatas mengurangi, memilah dan mendaur ulang semampu kita. Dorongannya memang itu bahwa kita mendorong pemerintah agar punya sistem pengelolaan sampah yang terintegrasi mulai dari individu hingga ke TPA dan pendekatannya itukan kebijakan,” Tukasnya.
Lebih jauh, ia memberikan contoh konkret bahwa dengan adanya campur tangan pemerintah bisa sangat berpengaruh terhadap sampah yang dihasilkan baik masyarakat sebagai individu maupun lembaga.
“Misalnya ada kebijakan untuk di kantor-kantor itu untuk semua kegiatan dilarang menggunakan styrofoam atau disetiap acara tidak disediakan air mineral kemasan melainkan semua diwajibkan membawa tumbler dan disediakan galon atau di gelas kaca. Harus dimulai dari situ kalau tidak dan ketika sudah jadi sampah pasti repot dan pasti dibuang saja, mungkin masalahnya tidak akan kelihatan sekarang tapi beberapa tahun kedepan kita akan menambah TPA lagi kan tidak mungkin,” Tandasnya.
Terakhir, ia mengungkapkan bahwa dirinya sebagai seorang suami juga telah menerapkan perilaku pengurangan pemakaian sampah plastik sekali pakai dalam kehidupan sehari-hari.
“Saya kemana-mana selalu membawa tumbler, totebag dan juga wadah dibawah jok motor, jadi jika sewaktu-waktu istri saya menelpon untuk dibelikan sesuatu di pasar saya tidak perlu menggunakan plastik sekali pakai lagi,” Kuncinya.
Bolls