Selayarnews–Loheja bombong rapannu- Marawanting simpolenu-Mingka i kau- Bunga tide’ lala’jjuku .
Tentu kita semua yang sudah berkeluarga pernah merasakan yang namanya jatuh cinta, kemudian memasuki masa-masa berpacaran dan boleh jadi kisah cinta yang dialami bersama-sama berakhir di perkawinan atau bisa jadi putus di tengah jalan.
Cerita cinta memang tiada ujungnya, kisahnya lebih seru dan lebih indah dibanding kisah cerita lainnya, ada tawa, juga ada tangis, ada gembira juga ada sedih, ada dipikiran juga ada di hati, lebih jauh lagi cinta ada disetiap tarikan nafas kita yang sedang dilanda asmara.
Masa-masa indah adalah masa berpacaran, masa hadirnya cinta pertama. Saat mata mulai mengenal keindahan wanita dan ketampanan laki-laki saat itulah pikiran mulai berkelana ke ujung dunia, perasaan ikut menikmati perjalanan itu.
Setiap anak manusia memiliki cerita cintanya masing-masing, kita semua merasakan cinta dalam momen yang berbeda-beda tetapi tentu perasaan cinta itu tetaplah sama. Apa yang dirasakan masing-masing orang adalah rasa cinta yang sama, rindu yang sama dan juga perasaan yang sama.
Dari cinta tumbuh kasih sayang untuk saling memiliki, saling ingin memberikan perhatian lebih dan juga ingin mendapatkan perhatian yang lebih. Sama-sama ingin kelihatan sempurna dan juga bersama-sama ingin menikmati kebersamaan yang lama Tanpa cinta, ibarat sayur tanpa garam, hampar rasanya hidup sebagai seorang manusia.
Dengan cinta semua seperti bunga yang mekar, harum baunya dan indah dipandang mata. Semua kumbang ingin datang menghisap madunya, ingin memiliki dan merawatnya di sepanjang waktu kebersamaan yang dilaluinya. Selalu ingin menciptakan kenangan.
Setiap pertemuan adalah kenangan dan setiap kenangan akan dingat, dipikirkan dan ingin selamanya dilakukan kembali. Seperti itulah kekuatan cinta, ibarat magnet akan menarik semua besi disekitarnya, ibarat angin, ingin berhembus kesegala penjuru dan ibarat matahari yang selalu ingin menyinari alam semesta, dengan cinta barulah hidup terasa lengkap, indah dan memuaskan.
Cerita dari keindahan cinta telah melahirkan begitu banyak kelong-kelong sebagai gambaran dari peristiwa ke peristiwa yang mengiringi kisah cinta sepasang kekasih, kelong berikut adalah awal terwujudnya jalinan kasih sayang antara seorang pemuda dengan gadis pujaan hatinya:
Kucini’mu rawa jekne
Kamma juku bae-bae
Naku buangi
Jalarambang Cinna mata
Titik awal lahirnya cinta, dimulai dari ungkapan rasa sayang seorang pemuda kepada seorang gadis yang selama ini dikaguminya, ungkapan itu diumpamakan sebagai seorang nelayan yang melemparkan jalanya kedalam laut untuk menangkap ikan bae-bae.
Aku cinta padamu, aku sayang padamu adalah contoh ungkapan cinta dari seorang pemuda kepada wanita pujaan hatinya.
Ungkapan cinta di atas mendapatkan tempatnya dalam perasaan perempuan lewat senyuman, anggukan maupun simbol bahasa tubuh sebagai tanda bahwa perasaan cinta dari lelaki yang juga dipujanya telah diterima di dalam hatinya.
Dalam kasus tertentu, disebabkan rasa malu untuk memberikan ungkapan cinta kepada gadis pujaannya, pihak laki-laki di masa lalu biasanya menitipkan salam lewat seseorang untuk disampiakan kepada gadis pujaannya, apakah itu lewat teman si gadis atau teman si laki-laki yang menjadi penghubung untuk sampainya pesan-pesan cintanya kepada gadis pujaan hatinya.
Peristiwa ini juga direkam dalam kelong berikut ini:
Sallangku sallang bulaeng- Sallang bunga bunga intang – Sallang salama sallang pangamaseangku- rikau sallang bulaeng
Aku titipkan salam terindah kepadamu, sallang bunga-bunga intan, aku titipkan salam lewat bunga-bunga yang mekar seperti intan berkilauan diterpa sinar matahari, Sallang salama, juga aku titipkan salam keselamatan dan kebahagiaan, Sallang pangamaseangku, semoga salamku engkau terima sebagai tanda cintaku kepadamu.
Dua hati yang telah menyatu dalam untaian kasih sayang akan membentuk titik-titik berikutnya untuk dirangkai menjadi sebuah garis kasih sayang.
Titik adalah pertemuan-pertemuan terindah yang akan terus dilalui untuk diingat sebagai kenangan terindah dalam proses memadu kasih sayang diantara keduanya, sampai titik ini berakhir dalam sebuah ikatan perkawinan.
Peristiwa-peristiwa cinta yang mereka lalui dalam proses membentuk dan menyusun garis kasih sayang juga digambarkan dalam kelong-kelong di masa lalu, seperti kelong berikut ini:
Kammaji lopi-lopi lau – Pinisi latunrung bara’- Pangge’gesekna Cinnayya passigodana .
Dalam kelong diatas, cinta digambarkan sebagai perahu yang tengah dihantam ombak di musim barat, perahu bergoyang miring ke kanan, kadang miring ke kiri, turun naik digoyang gelombang laut.
Sepasang kekasih yang saling menggoda, saling memadu kasih bergelora seperti arus laut di musim barat, biarpun angin dan badai datang menghantam, mereka tetap bertahan dalam kasih sayangnya. Cintanya takkan mati.
Garis kasih sayang yang terbentuk diantara mereka menjadi kekuatan untuk mewujudkan bangunan rumah tangga, meneruskan keturunan-keturunan baru dalam ikatan perkawinan. Momen indah terkadang juga dilantunkan dalam rutinitas keseharian, dimana di masa lalu tahun 50-an sampai akhir 80-an, sepeda adalah alat transportasi utama yang dimiliki oleh masyarakat.
Dengan demikian sepeda menjadi simbol kebersamaan sepasang kekasih. Hari-hari indah mereka berdua, biasanya dihabiskan diatas sepeda untuk mengarungi perjalanan-perjalanan yang menjadi tujuan mereka di masa yang lalu.
Kelong berikut begitu indah menggambarkan situasi sepasang kekasih dimana dengan penuh semangat dan kegembiraan membonceng kekasihnya dengan sepeda:
Kanang-kanang memang tongki -Sigandeng rate sapeda – I kau konde nakke patiling songkok.
Gaya bukan hanya digandrungi oleh generasi masa kini, tetapi gaya adalah bagian dari kehidupan yang terus dipelihara dan dikembangkan sampai hari ini.
Di masa lalu, sepasang kekasih akan sama-sama berusaha memberikan penampilan terindah, walaupun di masa itu attribute yang mereka gunakan sangat terbatas, tetapi lebih dari cukup untuk membuat penampilan mereka dipandang begitu indah oleh kalangan masyarakat saat itu.
Kanang-kanang memang tongki, begitu indah untuk dilihat, sigandeng rate sapeda, sepasang kekasih berboncengan diatas sepeda, I kau konde, si gadis memakai konde (hiasan rambut dibagian belakang kepala), i nakke patiling songko, dimana topi saya miringkan di atas kepalaku.
Sejak dahulu kala, perebutan seorang gadis diantara pemuda adalah suatu hal yang biasa terjadi, bahkan sampai hari ini, demi seorang gadis kadang terjadi perkelahian diantara pemuda yang menginginkan gadis itu, sampai nyawa diantara mereka melayang.
Sejarah dari kisah cinta ummat manusia telah banyak memceritakan kepada kita tentang kisah perebutan seorang gadis, dalam film TROYA, diceritakan hancurnya sebuah kerajaan sebagai akibat dari perebutan seorang ratu bernama Helen dari kerajaan Sparta oleh pangeran Paris dari Troy. Padahal Helen adalah istri raja Sparta, Menelaus.
Seperti itulah cerita tentang cinta, di masa lalu perebutan seorang gadis juga direkam dalam kelong-kelong sebagai berikut:
Manna a’rakko ri toyya – A’ra todokko ri nakke- Kamanna I nakke Baho tonja lakubua.
Kelong diatas bercerita tentang tawaran seorang pemuda kepada si gadis agar bersedia menerima cintanya, untuk memilih dirinya dibanding pemuda yang lain.
Dengan alasan sama-sama ingin membentuk keluarga bahagiadengan lahirnya generasi baru penerus keturunan mereka. Manna a’rakko ri toyya, walaupun kamu tertarik kepadanya, a’ra’ todokko ri nakke, sebaiknya kamu juga lebih suka kepadaku, kamanna nakke, karena sayapun juga, baho tonja laku buo, ingin memiliki keturunan darimu (punya anak darimu).
Saling menggoda diantara pemuda dan seorang gadis menjadi inti dari hubungan keduanya, saat sebelum pacaran, masa-masa pendekatan, saat pacaran, masa-masa indah percintaan sampai tiba masa perkawinan tiada lepas dari saling menggoda, saling merayu diantara kedua orang yang dimabuk rasa rindu.
Peristiwa seperti itu juga direkam dalam kelong-kelong di masa lalu, dengan irama yang dapat membuat pendengar sangat terhibur dari baris-baris kelong yang dinyanyikan. Seperti irama dari kelong berikut:
Naku onga-onga kontu-Namutimpara ta’muri – Kukana mamo So’di rikau sarengku
Begitu indahnya kelong diatas, dimana si pemuda berusaha menggoda dan merayu si gadis untuk mendapatkan perhatian, untuk berharap cinta darinya supaya keinginannya bisa tercapai yaitu menjadikan si gadis sebagai kekasihnya.
Naku onga-onga kontu, saat aku menatap dirimu, namutimpara ta’muri, dan kamu balas tatapanku dengan senyuman indahmu, kukana mamo, aku hanya bisa berharap, so’di rikau sarengku, andaikan kau menjadi kekasihku. dengan spontan, lewat bahasa hati, lewat bahasa tubuh si gadispun bernyanyi, walaupun hanya didalam hatinya dengan kelong berikut:
Anda tommoki saraja simpung – Ampa gele jaki- tojeKa poro nyaha Laripaka sia-sia.
Pesan itu disampaikan kepada pemuda yang menatapnya, anda tommoki saraja simpung, jangan pura-pura bersedih, ampa gele jaki toje, kalau memang tidak berniat sungguh-sungguh mencintaiku, ka poro nyaha, hanya akan membuat perasaan kita bersama, lari paka sia-sia, menderita sakit hati karena cinta.
Sekali lagi Kelong diatas kita nyayikan Untuk mengenang kisah cinta Kakek nenek di masa lalu yang diwariskan kepada kita lewat kelong-kelong:
Loheja bombong rapannu – Marawanting simpolenu – Mingka ikau Bunga tide’ lalakjuku.
Dikutip dari Album REMBULAN MALAM (Komunikasi Budaya Dalam Irama Musik Tradisional Selayar)
Karya : Andi Mahmud