Selayarnews.com – A’dinging-dingingMendadak ramai. Padahal sebelumnya biasa-biasa saja. Salah satu yang menjadi penyebab adalah pemahaman yang kurang tepat (tanpa menyebutnya salah), akibat narasi yang dibangun oleh berbagai tulisan, baik media online maupun status di media sosial.
Kemiskinan narasi dalam banyak hal telah membangun pemahaman yang juga sangat miskin.
Dalam berbagai narasi, kata-kata yang banyak terulang adalah sesajen – yang menggiring pemahaman kita ke sebuah pohon atau batu besar, dan akhirnya menjadi stigma untuk semua makanan dan kue-kue yang disiapkan di atas dulang dalam satu acara makan bersama.
Begitupun dengan penggunaan kata-kata mantra, dengan konotasi sebuah bacaan yang hubungannya dengan dunia mistis, tanpa merasa wajib untuk membedakan dengan doa atau dzikir, misalnya.
Berdasarkan asupan narasi yang miskin yang kemudian membangun pemahaman yang miskin makna, akhirnya menjadikan kita membawa kisah A’dinging-dinging ini melebar, jauh dari topik yang sebenarnya, sehingga permasalahan justru semakin melebar – bahkan disadari atau tidak, menohok kiri dan kanan seolah masalahnya adalah tuntutan kebudayaan atau kepariwisataan (yang dipaksakan), padahal tradisi ini sudah ada jauh sebelum dimasukkan ke dalam kalender event.
Kata tradisi, ritual, prosesi, atraksi, bercampur aduk tanpa memahami makna dan substansi setiap kata. Sekali lagi, kemiskinan narasi telah membawa kita kepada kemiskinan pemahaman, walau bisa juga, kemiskinan pemahaman membawa kepada kemiskinan bernarasi.
Hingga hari ini, beberapa destinasi wisata, sejarah dan budaya misalnya, telah banyak ditulis, bahkan sebagian telah melalui penulisan berulang-ulang. Narasi dan tulisan tentang A’dinging-dinging saja, muncul dalam beberapa buku dengan persepsi dan interpretasi yang sebagian justru seperti pemantauan dari jarak jauh – miskin deskripsi dan jauh dari substansi tradisi, bahkan ada yang terlalu ilmiah, entah apa kaitannya dengan visi pembangunan daerah, Terwujudnya Masyarakat Maritim Yang Sejahtera Berbasis Nilai Keagamaan dan Kultural.
Bahkan ada yang justru setelah membaca tulisan atau bukunya – tentunya diterbitkan dengan anggaran APBD, justru membuat kita bingung dengan local wisdom ataupun local genius kita.
Tulisan ataupun terbitan mengenai berbagai hal yang berkaitan dengan daerah kita, sebaiknya dilakukan bedah buku sebagai pertanggungjawaban sosial, bukan sekedar pertanggung jawaban anggaran yang tentunya dengan penggunaan anggaran yang jelas, semua bisa diterima.
Tapi dari sisi narasi dan substansi, Pemerintah Daerah seharusnya juga mencermati (kalau bukan mengaudit isi) agar buku-buku ini tidak sekedar diterbitkan secara sim salabim dan abra kadabra.
Dari beberapa buku sejarah dan budaya yang sebagian besar ada di perpustakaan daerah, ada beberapa yang bukan hanya bahasanya yang sangat buruk, tapi justru membuat sejarah dan budaya daerah menjadi tidak menarik, bahkan “liar”, seperti kasus A’dinging-dinging. Bahkan ada buku yang justru meninggalkan tanda tanya, untuk apa buku ini disusun.
Perpustakaan Daerah seharusnya membuat bedah buku rutin – sebagaimana lazimnya sebuah perpustakaan, misalnya setiap 3 atau 6 bulan sekali terhadap buku-buku yang berkaitan dengan daerah kita.
Kegiatan seperti ini juga bisa dilakukan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, sebab sebagaimana amanah Perpres 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK), salah satu Dimensi Pendidikan Karakter adalah Dimensi Estetik, yaitu pendidikan yang mendorong individu yang memiliki integritas moral, rasa berkesenian dan berkebudayaan.
Dalam Nilai Utama Karakter Prioritas PPK, lebih dipertegas lagi, yaitu, menghormati keragaman budaya, suku, dan agama, serta apresiasi budaya bangsa sendiri dan menjaga kekayaan budaya bangsa.
Saya teringat dengan catatan seorang yachter saat Sail Komodo dan mampir di Kepulauan Selayar. Salah seorang peserta Sail menyarankan kepada teman-temannya di blog komunitas yachter untuk tidak membaca narasi promosi destinasi dan atraksi yang ada di media online Kepulauan Selayar agar tidak bingung.
******























