OPINI – Publik dibuat geger atas penangkapan 40 orang terduga pelaku pencurian buah kelapa sawit di Mukomuko, Provinsi Bengkulu. 40 petani tersebut ditangkap karena diduga mencuri buah sawit milik PT Daria Dharma Pratama (DDP).
Sederet tokoh nasional pun tak tinggal diam, mereka siap menawarkan diri untuk menjadi penjamin atas penahanan 40 petani yang ditahan di Mako Polres Mukomuko.
Akhirnya kasus tersebut tidak sempat bergulir hingga ke meja hijau, karena pihak kepolisian memilih menggunakan pendekatan keadilan restoratif (restorative justice) dalam perkara yang dialami oleh kedua belah pihak, dalam hal ini PT DDP dan 40 petani sawit yang ditangkap.
Begitupun, kedua kuasa hukum masing-masing pihak yang berperkara, memilih untuk menggunakan prinsip restorative justice.
Dalam prinsip hukum pidana, keadilan restoratif dikenal sebagai penyelesaian kasus pidana yang melibatkan pelaku, korban dan/atau keluarganya serta pihak terkait, dengan tujuan agar tercapai keadilan bagi seluruh pihak.
Hal ini tertuang dalam Pasal 1 (27) Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 6 Tahun 2019 Tentang Penyidikan Tindak Pidana.
Pedoman penanganan penyelesaian perkara dengan pendekatan restorative justice juga diatur dalam Surat Edaran Mahakamah Agung Nomor: SE/8/VII/2018 Tentang Penerapan Keadilan Restoratif, jo. Pasal 12 (a) dan (b) Peraturan Kepala Kepolisian RI Nomor 6 Tahun 2019 Tentang Penyidikan dengan memenuhi syarat, sebagai berikut.
Terpenuhinya syarat materiil, meliputi: Tidak menimbulkan keresahan masyarakat dan tidak ada penolakan masyarakat; Tidak berdampak konflik sosial; Adanya pernyataan dari semua pihak yang terlibat untuk tidak keberatan, dan melepaskan hak menuntutnya dihadapan hukum; Prinsip pembatas;
Pada pelaku: Tindak kesalahan pelaku relatif tidak berat, yakni kesalahan atau mensrea dalam bentuk kesengajaan, terutama kesengajaan sebagai maksud atau tujuan; dan Pelaku buka residivis.
Sementara pada tindak pidana yang sedang dalam proses, meliputi: Penyelidikan; dan Penyidikan sebelum SPDP dikirim ke Penuntut Umum.
Adapun syarat formil yang harus dipenuhi, diantaranya: Surat permohonan perdamaian kedua belah pihak (pelapor dan pelapor); Surat Pernyataan Perdamaian (akte dading) dan penyelesaian perselisiahan para pihak yang berperkara (pelapor dan/atau keluarga pelapor, terlapor dan/atau keluarga terlapor, dan perwakilan dari tokoh masyarakat) diketahui oleh atas penyidik;
Selanjutnya, Berita Acara Pemeriksaan tambahan pihak yang berperkara setelah dilakukan penyelesaian perkara melalui keadilan restoratif; Rekomendasi gelar perkara khusus yang menyetujui penyelesaian keadilan restoratif.
Dan Pelaku tidak keberatan atas tanggungjawab, ganti rugi, atau dilakukan dengan sukarela; Semua tindak pidana dapat dilakukan restorative justice terhadap kejahatan umum yang tidak menimbulkan korban manusia;
Terakhir, apabila sudah terpenuhi syarat-syarat tersebut, maka kategori perkara tersebut dapat diajukan permohonan perdamaian kepada atasan Penyidik Kepolisian.
Demikian syarat pengajuan perdamaian dalam hal adanya dugaan tindak pidana pada kepolisian yang dimana pelapor dan terlapor wajib memberikan secara tertulis permohonan perdamaian yang ditandatangani materai dan kemudian administrasi penyelesaian berdasarkan keadilan Restoratif dilaksanakan sesuai format yang ditetapkan Kabareskrim Polri.
Penulis: Aslang Jaya, alumni Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Alauddin Makassar.























