- Pendahuluan
Jakarta, Kamis 14 Agustus 2014, Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) dicanangkan, yang ditandai dengan penandatanganan Nota Kesepahaman (MOU) antara BI dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan, dan perwakilan dan asosiasi Pemerintah Daerah.
Dalam siaran pers Bank Indonesia sebagaimana dilansir di www.bi.go.id, Gubernur BI pada saat itu, Agus D.W Martowardojo, menyampaikan bahwa “GNNT ditujukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap penggunaan instrumen Non Tunai, sehingga berangsur-angsur terbentuk suatu komunitas atau masyarakat yang lebih menggunakan instrumen Non Tunai khususnya dalam melakukan transaksi atas kegiatan ekonominya”.
Hingga kini, perkembangan GNNT berada dalam jalur yang tepat. Di akhir tahun 2017, pemerintah telah mewajibkan pembayaran Non Tunai untuk pembayaran transaksi jalan tol. Selain itu, dalam upaya mendukung GNNT, Kementerian Dalam Negeri menerbitkan Surat Edaran Nomor 910/1866/SJ dan Nomor 910/1867/SJ yang mewajibkan seluruh penerimaan dan pengeluaran  pada Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota ditransaksikan secara nontunai melalui berbagai instrumen antara lain Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (ATMK), cek, bilyet giro, uang elektronik, atau sejenisnya, paling lambat 1 Januari 2018.
2. Manfaat dan tantangan instrumen pembayaran Non Tunai
Akselerasi GNNT akan membawa manfaat bagi pemerintah, antara lain:
- Seluruh transaksi Non Tunai akan tercatat ke dalam sistem perbankan/non perbankan yang diawasi oleh BI dan OJK, sehingga memudahkan proses pelacakan transaksi kejahatan keuangan oleh pihak penegak hukum, dan juga oleh PPATK. Manfaat bagi pemerintah berupa kemudahan untuk memprofil wajib pajak/wajib bayar atas transaksi-transaksi yang perpajakan dan penerimaan negara lainnya.
- Mengurangi biaya pengelolaan uang BI, antara lain biaya pencetakan uang, biaya distribusi dan biaya penghapusan uang yang sudah tidak layak. Khusus bagi pemerintah, penggunaan instrumen Non Tunai mengurangi cost of fund, melalui penggunaan “dana talangan” kartu kredit. Pembayaran tagihan pemerintah atas beban UP dibayarkan terlebih dahulu menggunakan kartu kredit dan dilunasi sebelum jatuh tempo sebelum dikenakannya bunga (jatuh tempo berkisar 30 hari). Dengan demikian, kas pemerintah bisa dioptimalkan terlebih dahulu untuk investasi jangka pendek. Opsi lain bagi pemerintah adalah menunda penebitan surat utang sehingga menghemat pembayaran bunga utang.
- Karena seluruh transaksi tercatat, akan mengurangi potensi terjadinya morald hazard, karena pelaku kejahatan keuangan akan menyadari bahwa seluruh transaksi dapat dilacak oleh aparat penegak hukum. Khusus bagi pengelolaan pembayaran atas tagihan APBN, pembayaran secara tunai kepada pihak-pihak yang memiliki tagihan (pihak ketiga) dapat menyebabkan potensi kejahatan keuangan berupa: terjadinya upaya mark up tagihan, pengurangan pembayaran kepada pihak ketiga, atau terjadinya transaksi fiktif. Pembayaran secara Non Tunai akan mengurangi risiko terjadinya penyalahgunaan keuangan negara. Â
- Berbagai penelitian menunjukkan bahwa instrumen Non Tunai berdampak positif bagi perekonomian suatu negara, khususnya peningkatan Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Pengaruh terhadap peningkatan PDB berasal dari berbagai transmisi, antara lain menurunnya biaya produksi, meningkatnya konsumsi, dll.
Namun perlu disadari juga bahwa akselerasi GNNT juga masih menghadapi berbagai kendala dan tantangan, antara lain:
- Aksesibilitas instrumen Non Tunai belum menjangkau seluruh pelosok nusantara karena kendala geografis dan infrastruktur.
- Pola pikir (mindset) Â dari masyarakat yang menganggap transaksi Non Tunai tidak aman dan sulit untuk diterapkan. Masyarakat juga cenderung lebih nyaman menggunakan uang tunai sebagai dana cadangan untuk mengantisipasi apabila sesuatu hal terjadi (force majeure).
- Pengenaan biaya administrasi atas instrumen dan transaksi Non Tunai yang masih cukup memberatkan bagi para masyarakat pengguna.
- Faktor keamanan transaksi dan privasi pengguna yang rawan bocor. Di berbagai media masih sering terdengar berita terjadinya phising/hacking atas kartu kredit/kartu debet, dan internet banking nasabah. Faktor privasi pengguna instrumen juga menjadi perhatian tersendiri karena rawan bocor dan diselewengkan. Karena seluruh transaksi tercatat, maka transaksi yang sifatnya rahasia dan menjadi privasi pengguna dapat diketahui oleh berbagai pihak, tidak hanya aparat penegak hukum.Â
3. Peran Kementerian Keuangan dalam mendukung GNNT
Jauh sebelum penandatanganan MOU GNNT, Kementerian Keuangan selaku Bendahara Umum Negara, melalui Ditjen Perbendaharaan, telah melakukan berbagai upaya  mendorong sistem pembayaran Non Tunai melalui modernisasi pengelolaan kas pemerintah, sebagai amanat dari paket undang-undang di bidang keuangan negara.
Pemerintah pusat telah menerapkan manajemen pengelolaan rekening pemerintah yang handal dan tersimplifikasi. Langkah awal dan mendasar yang dilakukan adalah pelaksanaan Treasury Single Account (TSA), yang dimulai dari implementasi TSA Pengeluaran sejak tahun 2007. Langkah awal implementasi tahapan TSA pada rekening pengeluaran adalah melalui penerapan rekening bersaldo nihil di bank-bank operasional. Di tahun 2019 upaya reformasi pengelolaan kas pemerintah terus dilanjutkan, melalui pelaksanaan ujicoba TSA Penerimaan, bertujuan untuk mengkonsolidasi seluruh penerimaan negara melalui bank/pos persepsi ke Rekening Kas Umum Negara di Bank Indonesia. Â Ditjen Perbendaharaan juga telah berhasil melaksanakan penertiban rekening di seluruh Kementerian/Lembaga serta implementasi Treasury Notional Pooling, yakni konsolidasi saldo seluruh rekening bendahara.
4. Langkah lanjutan: Regulasi dan Implementasi Â
Sistem pembayaran pemerintah sejatinya telah sejalan dengan GNNT. Pembayaran yang dilakukan atas beban APBN dilaksanakan melalui dua mekanisme: 1) Pembayaran Langsung (LS) secara giral kepada pihak penerima hak (pihak ketiga/penyedia barang dan jasa), dan 2) Pembayaran dengan Uang Persediaan (UP) melalui Bendahara.
Pembayaran menggunakan UP oleh Bendahara dapat dilaksanakan secara tunai maupun giral kepada para penerima  hak. Namun untuk kondisi eksisting, pembayaran dengan dana UP sebagian besar dilaksanakan secara tunai, sehingga belum sepenuhnya seiring sejalan dengan GNNT. Â
Outstanding UP serta realisasi belanja APBN yang menggunakan mekanisme UP cukup besar. Berdasarkan data yang ada, tercatat belanja yang dilaksanakan melalui mekanisme UP mencapai sekitar 30 persen dari total belanja satker mitra KPPN Benteng. Mengingat pembayaran melalui mekanisme UP sebagian besar masih melalui pembayaran tunai, maka diperlukan langkah antisipatif agar dana UP ke depannya dapat dilakukan secara maksimal melalui instrumen Non Tunai.
Untuk mendukung GNNT, langkah konkret apa yang telah dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan c.q. Ditjen Perbendaharaan? Jawaban dari pertanyaan tersebut adalah: Kementerian Keuangan telah menerbitkan berbagai regulasi, di antaranya PMK Nomor: 230/PMK.05/2016 yang mengatur mengenai ketentuan penggunaan Internet Banking dan Kartu Debet untuk pembayaran tagihan beban APBN melalui Bendahara. Bendahara yang selama ini masih mengandalkan pembayaran secara tunai, dimungkinkan untuk membayar secara elektronik melalui Internet Banking maupun menggunakan Kartu Debet. Â
Selanjutnya melalui PER-17/PB/2017, Ditjen Perbendaharaan saat ini menginisiasi ujicoba pembayaran menggunakan Kartu Kredit dalam rangka penggunaan UP. Namun karena masih dalam status ujicoba sehingga masih dilaksanakan secara terbatas di satker tertentu. Regulasi tersebut bertujuan untuk mengurangi outstanding dana UP yang “mengendap” di rekening Bendahara, sehingga mengurangi cost of fund atas pengelolaan kas pemerintah. Implementasi penuh penggunaan Kartu Kredit direncanakan mulai awal tahun anggaran 2019.
Setelah sisi regulasi disempurnakan, pertanyaan selanjutnya: Apakah penggunaan instrumen pembayaran Non Tunai sudah berjalan optimal? Â Untuk menjawab pertanyaan tersebut masih membutuhkan waktu dan proses panjang. Setidaknya arah menuju kesana sudah nampak. Di wilayah kerja KPPN Benteng, tren penggunaan Internet Banking dan Kartu Debet oleh Bendahara mengalami peningkatan, dengan tingkat utilitas diakhir tahun 2018 sudah mendekati 40 persen dari seluruh satker. Jajaran Kementerian Keuangan c.q. Ditjen Perbendaharaan, termasuk KPPN Benteng, akan terus melakukan monitoring dan evaluasi berkesinambungan atas pelaksanaan sistem pembayaran pemerintah secara elektronik untuk memastikan program Non Tunai berjalan sukses. Â Â
****