Selayarnews.com- Hari itu Jumat 22 Juni 2018, Badan Meteorologi dan Geofisika Wilayah Makassar mengeluarkan press realease tentang Peringatan Gelombang tinggi antara 2,5-4,5 Meter di Perairan Selat Makassar dan perairan Selayar. Bagi Aiptu Muhammad Nasir, hal itu bukan sesuatu yang luar biasa, yang justru tak biasa bilamana perairan Selayar tak berombak . “Tanpa ombak kita bukan Selayar” Katanya bersemangat.
Semangat itu harus dimilikinya karena besok pagi Sabtu 23/6 ia harus berangkat ke Takabonerate dalam Tugas Pengamanan Pelaksanaan Pilgub Sulsel 2018 bersama rekan-rekannya.
Bertugas di Polres Kepulauan Selayar selama kurang lebih 18 Tahun, tentu menjadi dasar yang kuat baginya untuk bisa menyesuaikan diri dengan kondisi Geografis Selayar. Selama berdinas di Kabupaten paling Selatan Sulsel ini, ia sudah malang melintang di beberapa Polsek termasuk Polsek di Wilayah Pulau. Oleh karenanya Bintara Tinggi yang pernah menjabat Kanit Reserse Sat Polair Polres Kepulauan Selayar ini, tidak begitu khawatir dengan ancaman Ombak. “Jika ada ikan Selayar tak kenal Nasir, pasti ikan pendatang”, kata Andre salah satu rekannya bercanda .
Sekitar Pukul 01.00 Sabtu 23 Juni 2018, ia tiba-tiba dibangunkan oleh Istri tercinta ibu Nurjannah. Betapa tidak anak bungsunya Aisyah (14 Tahun) tiba-tiba mengaku sakit perut dan terlihat merasa kesakitan. Ia langsung terbangun. Tak ada apotik yang masih buka apalagi dokter untuk membeli obat, membawa ke RS tentu masih menjadi pilihan terakhir.
Berbekal pesan orang tua, Polisi asal Kajang Kabupaten Bulukumba ini kemudian memilih mencari obat tradisional. Adalah ” Taha Ba’do”, sejenis dedaunan dari Pohon bergetah yang diketahuinya sebagai obat mujarab untuk menyembuhkan sakit perut. Ia pun bergegas keluar rumah. Berkeliling kota Benteng tengah malam di benak Aiptu Nasir, Aisyah harus sembuh. Ia tidak mau kekhawatiran mengikutinya saat Pkl 07.00 wita pagi ia sudah harus berangkat melaksanakan tugas. Berbekal tanya kepada teman-teman yang masih terjaga usai menyaksikan pertandingan memilukan Argentina yang dibantai 3-0 oleh Kroasia, Nasir akhirnya menemukan daun yang dicarinya di depan salah satu rumah Warga di Jalan Sudirman Benteng. Alhasil hanya berselang beberapa menit setelah dioleskan perut Aisyah yang tadinya mengeras berangsur pulih. Tidak lama kemudian ia pun mengaku sakit perutnya sudah reda.
Pagi itu agin laut bertiup cukup keras, setelah beberapa acara seremoni oleh KPU dan Polres Timnya baru bisa berangkat sekitar Pkl 11.00 siang, perjalanan laut pun dimulai. Tak ada alasan kuat bagi Nasir untuk mengeluh, karena dari seluruh Tim yang akan ke Pulau, Kecamatan Takabonerate adalah tujuan terdekat. Masih ada kecamatan Pasimarannu dan Pasilambena yang jaraknya lebih jauh hampir 3 kali lipat. Semangat dari Pimpinan dan doa dari Keluarga serta pengalaman dan dedikasi bertugas membuatnya mampu berdiri tegap menghadap lautan luas berombak di depannya.
Sekitar Pkl 17.00 wita dermaga Kayuadi sudah terlihat, disanalah Agus, Sang Nahkoda Kapal akan melabuhkan mereka. Ombak mulai reda, saat Agus menjelaskan bahwa Kapal sementara tidak bisa sandar karena air sementara surut. Harus menunggu hingga Pkl 21.00 malam, barulah mereka bisa sandar dan mengangkat Kotak suara ke daratan. Alhamdulillah, itulah kata yang terbersit dibenaknya sesaat setelah Nasir menginjakkan Kaki di daratan Kayuadi. Meskipun ia tetap berdoa dan berharap agar rekan-rekannya yang masih di laut menuju Pasimasunggu, Pasimarannu dan Pasilambena juga dapat mencapai daratan dengan selamat.
Setelah tiba di PPK Takabonerate, disana ada beberapa TPS yang harus ditempuh dengan jalur laut khususnya ke Desa Tambuna dan Pasitallu. Untuk Desa tambuna ada 2 kotak suara dan 1 untuk desa Pasutallu khusus 2 Kotak. Biasanya lama perjalanan dari Ibu kota kecamatan hanya ditempuh 3 sampai 4 jam. Namun karena cuaca kali ini harus dittempuh 6 jam dengan tinggi gelombang 4 sampai 5 meter, ia memilih ikut dan memastikan kotak suara sampai ke TPS tujuan. . Ke desa lain dapat ditempuh dengan jalur darat meskipun harus menggunakan transportasi seadanya karena akses yang masih terbatas. Ia bertugas sebagai monitoring yang berarti harus memastikan dan mengetahui jalannya semua tahapan distribusi dan pemungutan suara di kecamatan Takabonerate berjalan lancar. Tanggung jawabnya adalah informasi cepat dan akurat bilamana terjadi sesuatu. Ia tentunya siap melaksanakan tugas tersebut. Meskipun dibenaknya ia tak ingin melaporkan apa-apa selain mmenyampaikan kepada pimpinannya bahwa semua lancar dan semua baik-baik saja.
Pernah bertugas di Pulau ini beberapa Tahun silam menjadi modal baginya untuk mengetahui situasi di Masyarakat. Di daerah ini ia tak hanya dikenal sebagai seorang Polisi bahkan beberapa diantaranya mengenalnya sebagai seorang “Dukun” atau lebih tepatnya bisa mengobati. Walau sebenarnya menurutnya itu hanya pandangan segelintir orang, karena pada prinsipnya ia hanya berdoa dan meminta , tak ada jaminan kesembuhan. Karena hanya Allah yang menyembuhkan dan menentukan, katanya mengelak.
Selama hampir sepekan di Takabonerate, ia akhirnya bisa pulang pada Sabtu 29 Juni 2018, Kapal nya sandar kembali di Pelabuhan Benteng sekitar Pkl 21.00 Wita malam. Saat dimintai cerita tentang perjalanannya ia mengatakan bahwa tak ada yang spesial untuk diceritakan. Bagi banyak orang situasi aman menjadi sesuatu yang lumrah dan tak menarik untuk didengar atau dibaca, walaupun sebenarnya ada banyak semangat, kerja keras, dedikasi dan loyalitas untuk sesuatu yang berjalan baik.
***
As