Selayarnews– Matahari pagi yang terang menyambut kedatangan Presiden Ir. Joko Widodo dan Ibu Negara Iriana Joko Widodo di Pelabuhan Labuan Bajo, saat itu 14 Oktober 2021. Setiap langkahnya menuju Terminal Multipurpose Wae Kelambu, Manggarai Barat, NTT membawa harapan besar bagi Indonesia.
Betapa tidak, langkah itu adalah langkah sejarah, matahari pagi saat itu merupakan saksi semesta bersatunya kekuatan Perusahaan Pelabuhan terbesar di Indonesia.
Presiden dan Ibu Negara hadir untuk meresmikan Merger (Penggabungan) PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) Persero. Merger ini merupakan salah satu program Pemerintah, untuk menjadikan Pelindo sebagai BUMN kelas dunia yang kompetitif, serta diyakini akan sangat berperan dalam mendukung kemajuan ekonomi Indonesia.
Bukan hanya sekedar harapan, momentum awal dengan penggabungan tersebut, PT. Pelindo sudah masuk dalam jajaran 10 Besar Perusahaan peti kemas terbesar dunia. Di hadapan Presiden Jokowi, Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia (Persero) Arif Suhartono menyebut bahwa merger Pelindo telah meningkatkan posisi Pelindo menjadi operator terminal peti kemas terbesar ke-8 di dunia dengan total throughput peti kemas sebesar 16,7 juta TEUs.
Legalitas penggabungan ini telah ditetapkan pada 1 Oktober 2021, dimana Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2021 Tentang Penggabungan PT Pelindo I, III, dan IV (Persero) ke dalam PT Pelabuhan Indonesia II (Persero). Dasar ini pula yang menjadi motivasi lahirnya visi Perseroan menjadi pemimpin ekosistem maritim terintegrasi dan berkelas dunia.
Pelindo menyebut bahwa visi tersebut merupakan pernyataan cita-cita Perusahaan menjadi pintu gerbang utama jaringan logistik global di Indonesia. Cita-cita ini muncul dilandasi dengan potensi geografis, peluang bisnis serta kebijakan nasional yang membuka peluang bagi perusahaan untuk merealisasikan visi dimaksud.
Pelindo kemudian memantapkan misinya untuk mewujudkan jaringan ekosistem maritim nasional melalui peningkatan konektivitas jaringan dan integrasi pelayanan guna mendukung pertumbuhan ekonomi negara, dengan menyediakan Jasa Kepelabuhan & Maritim yang handal & terintegrasi dengan Kawasan Industri untuk mendukung jaringan logistik Indonesia & Global dengan memaksimalkan manfaat ekonomi Selat Malaka.
Visi-misi besar tersebut bukan isapan jempol belaka, tiga bulan paska merger Perseroan berhasil catatkan laba sebesar Rp3,2 triliun, naik dibandingkan perolehan tahun 2020 yang mencapai Rp 3 triliun. Perseroan membukukan pendapatan usaha senilai Rp28,8 triliun, naik dibandingkan pendapatan usaha 2020 yakni sebesar Rp26,6 triliun.
Selain itu, Pelindo juga memberikan kontribusi pada Negara melalui setoran Dividen, PNBP, Konsesi, PPH, PPN dan PBB dengan nilai total Rp4,7 Triliun pada tahun buku 2021.
Kinerja positif terus berlanjut di Triwulan I 2022, dengan nilai laba bersih mencapai Rp 670 Milyar, meningkat 46 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Tentu perlu diingat capaian ini menjadi tak biasa karena diraih saat resesi ekonomi Global akibat Pandemi Covid 19.
Meskipun demikian perlu diingat pesan Presiden Jokowi, Beliau menekankan agar biaya logistik kita bisa bersaing dengan negara-negara lain. Agar PT. Pelindo menggalang mitra yang memiliki jaringan yang luas sehingga konektivitas dengan negara-negara lain berjalan baik dan produk-produk Indonesia bisa menjelajah dan masuk ke rantai pasok global.
Saat peresmian merger di Labuan Bajo, Presiden menjelaskan, biaya logistik di Indonesia masih sekitar 23 persen, sedangkan negara-negara tetangga hanya lebih kurang 12 persen. Ini tentunya menjadi PR bagi Pelindo untuk mewujudkannya.
Hal ini akan berdampak luas, sehingga transformasi Perseroan paska merger tidak hanya dirasakan secara makro tetapi dapat dirasakan oleh seluruh Masyarakat Indonesia. Tentu dengan adanya efesiensi biaya logistik yang akan berpengaruh terhadap harga pasar produk dan kebutuhan masyarakat.
Pernyataan Presiden tersebut sesuai dengan hasil kajian Sekretariat Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) 2001-2022. Stranas PK menyebutkan kawasan pelabuhan menjadi salah satu pemicu tingginya biaya logistik.
Faktor birokrasi dan layanan di pelabuhan laut yang tidak terintegrasi dan tumpang tindih, termasuk banyaknya instansi pemerintah yang terlibat serta rendahnya koordinasi menjadikan biaya logistik mahal. Merger Pelindo kita harapkan dapat memangkas Birokrasi yang memakan waktu dan biaya yang tidak perlu.
Menjelang setahun paska merger, tentu kita menunggu Laporan akhir kinerja Perseroan pada Tahun 2022 ini. Namun optimisme muncul seiring dengan Laporan awal tahun Pelindo yang menyebutkan terjadi peningkatan kinerja dan produktivitas bongkar muat dan pengurangan port stay atau waktu sandar kapal di pelabuhan.
Kita tentu percaya dengan arah program pemerintah yang jelas, reformasi BUMN yang terbilang massif, kepercayaan Dunia terhadap Indonesia dalam menjaga stabilitas ekonomi, maka upaya pemulihan ekonomi pasca Pandemi Covid 19 akan berjalan.
Secara khusus, kita juga berharap agar Pelindo dapat hadir di Seluruh Pelabuhan yang ada di Indonesia, untuk mengoptimalkan konektivitas logistik Nasional tidak hanya untuk mencapai tujuan finansial, tetapi sebagai BUMN Pelindo dapat hadir memberikan asas manfaat yang luas bagi Masyarakat Indonesia. (AS)