Selayarnews.com – Hari ini 2 Mei 2017 bertepatan dengan lahirnya Bapak Pendidikan negara kesatuan Republik Indonesia 128 tahun yang lalu, Ki Hajar Dewantoro. Hari lahir Ki Hajar Dewantoro sekaligus ditetapkan sebagai hari Pendidikan nasional. Lantas bagaimana kondisi Pendidikan serta hasil dari proses pendidikan kita menjelang 72 tahun Indonesia merdeka. Menilai output ataupun hasil dari proses pendidikan yang sudah berjalan tentunya ada beragam cara yang bisa dilakukan dan variabelnyapun bisa bervariasi. Untuk melihat hasil capaian siswa secara individu bisa dengan memberikan test atau assessment untuk melihat capaian siswa, bisa dilakukan dengan menilai tiga domain secara terintegrasi (cognitive, affective, psychomotor) atau dengan melihat hasil Ujian Nasional yang diadakan sekali dalam setahun untuk melihat capaian siswa secara nasional (National standardized test).
Secara global hasil pencapaian suatu negara diukur melalui Human Development Index (Index Pembangunan Manusia) atau HDI dengan menggunakan tiga variabel sebagai indikator yakni angka harapan hidup (usia rata-penduduk), pendidikan, dan pendapatan perkapita. Pada tulisan ini penulisan mencoba memberikan uraian baik itu berdasarkan pandangan pribadi maupun berdasarkan data-data yang ada kaitannya dengan kondisi hasil pendidikan di negara kita sebagai bahan refleksi bagi kita semua bertepatan dengan hari pendidikan nasional tahun ini. Tolok ukur yang penulis gunakan untuk menilai hasil pencapaian kita adalah Human Developmen Index (HDI) 2016 dan hasil test standar Internasional 2015 yang telah digunakan untuk mengukur hasil pencapaian pelajar Indonesia.
Mari kita review sekilas hasil kajian dan analisa terhadap sistem pendidikan Indonesia oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) yang didanai oleh Asian Development Bank. OECD merupakan sebuah lembaga yang aktif melakukan penelitian dan analisa terhadap kebijakan di negara-negara Asia-Pasifik yang kemudian menerbitkan hasil review terhadap kebijakan sistem pendidikan di Asia-Pasific termasuk Indonesia. Hasil kajian terhadap sistem pendidikan di Indonesia kemudian dihimpun melalui sebuah buku yang berjudul- Education in Indonesia, Raising to the Challenge (Diterbitkan tahun 2015 namun ini merupakan hasil kajian terakhir yang didapatkan penulis). Dalam buku tersebut diantaranya memberikan pengakuan bahwa system pendidikan yang sudah dibangun dan dijalankan sejak lama di Indonesia adalah sistem pendidikan yang sangat luar biasa dan memiliki cakupan yang sangat luas sehingga bisa mengakomodir berbagai aspek dalam dunia pendidikan. Sistem pendidikan yang sudah dibangun di IndonesiaĀ sejaka lama menurut OECD dianggap sebagai sebuah sistem pendidikan terbaik ke empat dunia (setelah Cina, India, dan Amerika). Pengakuan ini didukung dengan keseriusan pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dengan melibatkan tiga kementrian sekaligus (Kementrian pendidikan dan Kebudayaan, Kementrian Agama, dan Kementrian Riset, Tehnologi & Pendidikan Tinggi) untuk meramu, menjalankan, mengontrol, mengevaluasi, dan mengembangkan sistem pendidikan yang sudah dibangun.
Anggaran yang dialokasikan untuk dunia pendidikan juga tidak sedikit. Untuk pendidikan tingkat dasar, pemerintah melalui Undang-undang sistem pendidikan nasional (No. 20/2003) dan amandemen konstitusi menekankan akan hak segala warga negara untuk mendapatkan pendidikan dasar secara gratis meskipun ini baru dimanfaatkan oleh masyarakat luas sekitar 50% (Rilis data 2015). Keseriusan pemerintah untuk memajukan bangsa dan seluruh rakyat Indonesia tidak sampai disitu, pemerintah juga memberikan anggaran yang cukup besar melalui pemberian beasiswa penuh kepada pelajar Indonesia yang ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi sampai jenjang doctoral, bahkan bisa memilih negara manapun yang diingingkan melalui skema pembiayaan LPDP dan MORA Scholarship serta masih banyak lagi ikhtiar yang sudah dilakukan pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Dari berbagai usaha dan upaya yang sudah dilakukan oleh pemerintah, kira-kira seperti apa hasil yang bisa kita lihat bersama. Berdasarkan Human Development Report tahun 2016 yang dirilis oleh United Nation Development Program (UNDP)- Badan Program Pembangunan PBB, HDI Indonesia berada pada posisi 113 dari 188 negara. Selain itu, hasil tes standar international menunjukkan bahwa hasil pencapaian pelajar Indonesia masih berada di ranking 50 dari 57 negara yang diuji. Penilaian tersebut diatas sifatnya memang masih kuantitatif yang perlu didukung oleh hasil kajian kualitatif, namun ini bisa menjadi dasar sekaligus menjadi bahan acuan, bahan belajar, dan bahan refleksi bagi kita semua untuk melakukan upaya-upaya perbaikan serta untuk lebih meningkatkan keterlibatan kita membantu pemerintah dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa.
Kira-kira apa yang kurang dalam perjalanan proses pendidikan di Indonesia. Salah satu hal yang dianggap menjadi penyebab belum sesuainya usaha pemerintah dengan hasil yang diharapakan adalah masih kurangnya partisipasi dan peran aktif masyarakat dalam memberikan pendidikan informal di lingkungan keluarga dan masyarakat. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Adri Menheere & Edith H. HoogeĀ yang menunjukkan masih sangat minimnya keterlibatan orang tua dalam memberikan pendidikan informal di lingkungan keluarga dan masyarakat di Indonesia. Hal ini juga bisa dimaknai bahwa kondisi dan hasil pendidikan di negara kita yang diraih sekarang dan masih kurang maksimal ada indikasi bahwa sinergi orang tua dan masyarakat masih sangat kurang dan tentunya perlu ditingkatkan.
Mungkin ada yang kemudian bertanya keterlibatan seperti apa yang bisa dilakukan oleh orang tua dan masyarakat atau keterlibatan kita kalangan yang usianya lebih tua. Seringkali faktor latar belakang pendidikan orang tua, faktor ekonomi, dan budaya berdampak padaĀ minimnya keterlibatan orang tua dan masyarakat dalam melaksanakan fungsi pendidikan informal di rumah dan di masyarakat, tapi tentunya ada bentuk keterlibatan orang tua ataupun kita yang lebih tua yang tidak memerlukan keterampilan dan keilmuan khusus untuk bisa berpartisipasi dan berperan aktif. Misalnya saja dengan menjalankan fungsi kontrol di rumah seperti; menanyakan kepada anak atau adik kita tentang apa yang sudah dipelajari di sekolah, apakah sudah belajar atau belum, apakah ada PR yang harus dikerjakan, apakah sudah diselesaikan atau belum. Bisa juga dengan melibatkan diri kita dalam fungsi perencanaan seperti membantu untuk membuat jadwal keseharian yang tentunya di dalamnya harus ada porsi untuk belajar dan mengerjakan PR. Bisa juga dengan memberikan dukungan materil dengan rutin memberikan bahan-bahan bacaan bermanfaat yang kita programkan setiap bulannya, tidak perlu yang terlalu mahal. Yang tidak kalah pentingnya adalah memberikan dukungan moril atau penghargaan dari setiap pencapaian yang sudah diraih anak didik kita. Di rumah kita, alangkah idealnya jika kita siapkan tempat khusus untuk anak kita belajar dengan nyaman. Selain itu komunikasi dua arah secara rutin kepada pihak sekolah harus selalu kita jaga, minimal menanyakan permasalahan, perkembangan, dan pencapaian yang sudah diraih oleh anak kita. Mari kita mulai dari sekarang, mari kita mulai dari hal kecil yang kita bisa.
Penulis meyakini bahwa hal yang diuraikan tersebut diatas tidak memerlukan keterampilan tertentu atau ilmu khusus untuk bisa diterapakan dalam lingkungan masyarakat dan keluarga kita, yang dibutuhkan adalah konsistensi dan keinginan serta semangat yang kuat untuk melihat anak kita memiliki masa depan yang lebih baik kedepannya yang kemudian kita wujudkan dalam bentuk usaha dan kerja-kerja nyata. Hal yang nampaknya sangat sederhana diatas jika dilakukan secara konsisten maka pastinya akan ada sebuah hasil positif yang bisa kita harapkan dari anak ata adik kita. Akan lebih bagus lagi jika hal tersebut diatas bisa diterapkan pada lingkungan yang lebih besar seperti lingkungan masyarakat di sekitar kita. Hal tersebut diatas kemudian menjadi sangat penting dan mendesak untuk kita lakukan mengingat anak usia sekolah seringkali harus dibantu untuk mengatur banyak hal dan harus seringkali diingatkan dan diawasi oleh mereka yang lebih dewasa, termasuk dalam membuat keputusan belajar.
Sekaligus ini bisa menjadi masukan bagi pemangku kebijakan di daerah untuk lebih meningkatkan pendekatan yang lebih terintegrasi dengan lebih meningkatkan keterlibatan orang tua dan mereka yang lebih tua dalam proses pembelajaran anak di rumah. Perlu diambil langkah-langka ril seperti memberikan pelatihan kepada orang tua dan remaja dalam hal apa dan seperti apa keterlibatan orang tua dan remaja dalam membantu program dan sistem yang sudah dibangun oleh pemerintah di lingkungan keluarga dan masyarakat dalam hal pendidikan anak.
Hal ini perlu diikuti dengan kesadaran dan partisipasi aktif kita semua. Kesadaran dan partisipasi aktif bisa dilakukan dengan meningkatkan rasa tanggung jawab dan tindakan nyata. Kita semua memiliki tanggung jawab terhadap pendidikan anak dan keluarga kita di rumah dan di sekitar kita. Tanpa kesemuanya itu, dengan membiarkan pemerintah dan tenaga pendidik berjalan sendiri, harapan untuk mencerdaskan bangsa akan jauh panggang dari api karena sebenarnya rumah dan lingkungan adalah sekolah kedua generasi muda kita.
****
Penulis :
Hasanuddin Rahman
Alumni SMAN 1 Bontomatene Kab. Kep Selayar
Ph.D. Student-Vrije University Amsterdam