Selayarnews– Langkah kolaboratif untuk memperkuat konservasi laut dan pemberdayaan masyarakat nelayan di Taman Nasional Taka Bonerate (TNTBR) mulai digelorakan.
Balai TNTBR dan Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Kepulauan Selayar menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) pada Rabu, 14 April 2025, di ruang pertemuan Balai TNTBR.
Acara ini dihadiri Kepala Balai, Kepala Subbag TU, Kepala SPTN Wilayah I dan II, pejabat struktural dan fungsional, staf, serta Ketua dan Pengurus HNSI Selayar.
Dalam sambutannya, Kepala Balai TNTBR, Ali Bahri, S.Sos., M.Si., menegaskan bahwa tugas utama Taman Nasional adalah pengawetan keanekaragaman hayati, perlindungan sistem penyangga kehidupan, dan pemanfaatan sumber daya alam secara lestari. Beliau menyoroti pentingnya kerja sama dengan HNSI untuk mencapai tujuan ini, khususnya melalui penyuluhan dan pendampingan masyarakat nelayan.
“Kolaborasi ini bukan sekadar formalitas, tapi komitmen nyata untuk menjaga Taka Bonerate sebagai warisan generasi mendatang,” tegasnya.
Ketua HNSI Kabupaten Kepulauan Selayar, Abdul Halim Rimamba, dalam pidatonya memberikan apresiasi tinggi pada peran pegawai Balai TNTBR.
“Pegawai Balai TNTBR berbeda dengan pegawai biasa. Mereka adalah ‘pegawai khusus’ yang tugasnya menjaga lingkungan dan alam. Mereka bukan hanya bekerja, tetapi menyampaikan ‘risalah’ penting tentang konservasi kepada masyarakat,” ujarnya.

Rimamba juga menyatakan kesiapan HNSI untuk bersinergi dalam program penyadartahuan dan pemberdayaan nelayan berbasis kelestarian.
Untuk diketahui, Nota Kesepahaman ini mencakup tiga pilar utama yaitu penyuluhan mengenai edukasi pemanfaatan sumber daya perikanan berkelanjutan sesuai hukum, pemberdayaan melalui pembentukan komunitas nelayan, pelatihan kapasitas, dan pendampingan, serta monitoring berupa evaluasi berkala oleh kedua pihak untuk memastikan efektivitas program. MoU akan berlaku selama tiga tahun dan dapat diperpanjang berdasarkan kesepakatan.
Taman Nasional Taka Bonerate, dengan terumbu karang atol terbesar ketiga di dunia, adalah laboratorium alam yang menjadi rumah bagi keanekaragaman hayati laut. Statusnya sebagai Cagar Biosfer Dunia, menjadikannya objek yang wajib dilindungi dan kita akan sulit mengukur seberapa besar peran keberadaan dan pengaruhnya terhadap ekosistem dunia.
Melalui MoU ini, Balai TNTBR dan HNSI berkomitmen menjadikan masyarakat nelayan sebagai mitra aktif konservasi, bukan hanya penerima manfaat.
“Kita tidak bisa bekerja sendirian. Butuh dukungan semua pihak, terutama nelayan sebagai ujung tombak pelestarian,” tutup Ali Bahri. Acara ditutup dengan foto bersama dan diskusi teknis antarpejabat untuk menyusun rencana aksi segera.
Penandatanganan MoU ini juga seolah menjadi jawaban terhadap kasus Mursidi (64), nelayan tradisional di Desa Tambuna yang terjerat hukum akibat penyimpanan bahan bom ikan, yang saat ini sedang mengemuka di Kabupaten Kepulauan Selayar.
Kondisi ekonomi yang memprihatinkan menjadi sorotan, karena pasca Mursidi ditangkap, seorang Istri dengan 6 orang anak kehilangan tulang punggung Keluarga. Di Lain sisi kondisi keluarga yang masuk kategori miskin ekstrem tersebut, juga diduga menjadi pemicu tindakannya.
Cakra, salah seorang Jurnalis Lingkungan yang kerap mengadvokasi masalah di Kawasan Taman Nasional Yaka Bonerate mengatakan, kasus ini mengingatkan semua pihak bahwa tekanan kemiskinan bisa mendorong nelayan ke praktik merusak, meski mereka sebenarnya sadar akan dampaknya.
“ Mensejahterakan keluarga Mursidi melalui pendampingan dan pemberdayaan, akan jauh lebih murah dari pada merecovery kerusakan yang ditimbulkan akibat kebiasaannya melakukan aksi Destruktif” kata Cakra.
MoU antara Balai TNTB dan HNSI diharapkan dapat menjadi solusi jangka panjang, dengan pendekatan pemberdayaan yang mengutamakan kesejahteraan nelayan sekaligus kelestarian alam.
(Red)